Contoh Daftar Lampiran Skripsi Jurusan Manajemen Perhotelan

Contoh Daftar Lampiran Skripsi Jurusan Manajemen Perhotelan
Lampiran 1 Surat permohonan riset............................................................................... 44

Lampiran 2 Surat balasan riset....................................................................................... 45

Lampiran 3 Surat tanda bukti riset..................................................................................46

Lampiran 4 Surat permohonan kuesioner kepada juru masak............................................ 47

Lampiran 5 Daftar bimbingan Tugas Akhir................................................................... ..48

Lampiran 6 Gambar Store............................................................................................. 49

Read More

Contoh Daftar Isi Skripsi Jurusan Manajemen Perhotelan

Contoh Daftar Isi Skripsi Jurusan Manajemen Perhotelan
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ viii
ABSTRAK ................................................................................................................. ix


BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Formal........................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Operasional.................................................................. 4
1.4 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data........................... 4
1.4.1 Metode Penelitian Data .............................................................. 4
1.4.2 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 4
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 5


BAB II. LANDASAN TEORETIS2.1 Tinjauan Tentang Aroma Bakery & Cake Shop Denai................... 6
2.1.1 Klasifikasi Aroma Bakery & Cake Shop Denai......................... 8
2.1.2 Fasilitas Aroma Bakery & Cake Shop Denai............................ 9
2.1.3 Struktur Organisasi Aroma Bakery & Cake Shop................. ... 11
2.2 Tinjauan Tentang Kondisi Store................................................ 13
2.3 Tinjauan Tentang Penyusunan Groceries.................................. 16
2.4 TinjauanTentang Pelaksanaan Sistem FIFO......................... .... 20

BAB III. ANALISIS PERMASALAHAN3.1 Analisis Terhadap Kondisi Store................................................ 24
3.2 Analisis Terhadap Penyusunan Groceries................................... 28
3.3 Analisis Terhadap Kelancaran Pelaksanaan Sistem FIFO dalam Pengeluaran Barang  33

BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................ 39
4.2 Saran ................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 41
Read More

Contoh Kata Pengantar Jurusan Manajemen Perhotelan

Contoh Kata Pengantar Jurusan Manajemen Perhotelan
KATA PENGANTAR


              Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan segala upaya sampai dengan selesai.
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Diploma III Jurusan Manajemen Perhotelan Program Studi Manajemen Patiseri di AKADEMI PARIWISATA MEDAN. Penulis memilih judul Tugas Akhir yaitu: “TINJAUAN TENTANG GROCERIES PADA AROMA BAKERY & CAKE SHOP DENAI”.
Pada kesempatan ini, dengan kesungguhan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang ikut memberikan bantuan dan dukungannya dalam menyelesikan Tugas Akhir ini yaitu:
1.      Bapak Faisal, S.ST.Par, MM.Par, CHE selaku Direktur Akademi Pariwisata Medan.
2.      Bapak Indrajaya Asril, selaku Human Resources Aroma Bakery & Cake Shop Denai
3.      Bapak Mhd. Hirsan Hanafi, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Perhotelan Akademi Pariwisata Medan.
4.      Bapak Iwan Riady, S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Patiseri.
5.      Ibu Wirnawati Br, Sinaga, S.Pd  selaku Dosen Tutorial.

6.      Bapak Drs. Muhammad Zulfan M.Pd selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah banyak membantu dalam memberi masukan dan perbaikan hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik.
7.      Bapak Jerry Wilson, SS, M.Hum selaku dosen pembimbing 2 yang telah membantu penulis dalam mengoreksi dan membina penulis selama proses penyelesaian Tugas Akhir.
8.      Seluruh dosen, karyawan dan staff Akademi Pariwisata Medan.
9.      Bapak Pandji, Selaku Kepala Produksi Aroma Bakery & Cake Shop Denai  yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan data dan informasi mengenai judul yang penulis ajukan.
10.  Seluruh karyawan dan juru masak Aroma Bakery & Cake Shop Denai
11.  Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Alm. Syafruddin Harahap dan Ibu Syamsiah, S.Pdi yang telah banyak membantu penulis dalam hal moril maupun material untuk kelancaran dalam penyusunan Tugas Akhir hingga selesai dengan baik.
12.  Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
13.  Dan teman-teman MPI III/6 yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.
Penulis berharap kiranya Tugas Akhir ini dapat berguna bagi para pembaca, khususnya Mahasiswa dan Mahasiswi Akademi Pariwisata Medan.

Medan,     Juli 2015


 ANGGI ANANDA SARI HARAHAP
NIM.12600928
Read More

Abstrak Jurusan Manajemen Perhotelan

Abstrak Jurusan Manajemen Perhotelan

ABSTRAK

Anggi Ananda Sari Harahap. Tinjauan Tentang Groceries pada Aroma Bakery & Cake Shop Denai. Tugas Akhir, Program Studi Manajemen Patiseri, Akademi Pariwisata Medan 2015.
Store adalah bagian yang bertugas menyimpan barang yang sudah diterima dengan ruang penyimpanan khusus yang dilengkapi prosedur penyimpanan yang tepat untuk setiap barang. Store memiliki wewenang untuk mengeluarkan barang atau issuing, berdasar permintaan dari dapur dalam jumlah tertentu dengan terlebih dahulu memulai prosedur permintaan.
Karya ilmiah ini membahas tentang (1) Bagaimana kondisi store pada Aroma Bakery & Cake Shop Denai, (2) Bagaimana penyusunan groceries pada Aroma Bakery & Cake Shop Denai, (3) Bagaimana pelaksanaan FIFO pada Aroma Bakery & Cake Shop Denai.
Karya ilmiah ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mencari pemecahan masalah yang ada dengan cara mengumpulkan data-data yang mendukung kemudian menganalisis dan menyimpulkan. Subjek penelitian ini adalah para juru masak, berjumlah 5 orang. Dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan menyebarkan kuisioner lansung kepada juru masak pada dapur Aroma Bakery & Cake Shop Denai tersebut. Data dikumpulkan kembali kemudian dianalisis.
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data ditemukan bahwa (1) Kondisi Store yang tidak sesuai dengan standar gudang. (2) Penyusunan Groceries tidak berdasarkan syarat-syarat penyusunan yang disesuaikan dengan abjad. (3) Pelaksanaan sistem FIFO yang tidak berjalan sesuai standar dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai sistem pelaksanaan FIFO.
Berdasarkan kesimpulan penulis memberikan saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi juru masak, store keeper dan store Aroma Bakery & Cake Shop Denai. Diharapkan kepada juru masak dan store keeper untuk memperhatikan kondisi store yang bersih, sejuk dan rapi dalam penyusunan bahan-bahan groceries. Serta perlunya pelatihan kepada juru masak dan store keeper tentang groceries dan sistem FIFO agar dapat diterapkan di store Aroma Bakery & Cake Shop Denai sehingga tidak terjadi penumpukan bahan yang berlebihan.
Kata kunci : Kondisi Store, Penyusunan Groceries, FIFO


Read More

Cover Skripsi Jurusan Manajemen Perhotelan

Cover Skripsi Jurusan Manajemen Perhotelan
TINJAUAN TENTANG GROCERIES PADA AROMA


BAKERY & CAKE SHOP DENAI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III




                                                             
Oleh:

ANGGI ANANDA SARI HARAHAP
NIM.12600928







 


JURUSAN MANAJEMEN PERHOTELAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PATISERI

AKADEMI PARIWISATA MEDAN
DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN
KEMENTERIAN PARIWISATA
2015

Read More

Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara

Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
DINAMIKA AKTUALISASI NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN BERNEGARA

M u l y o n o
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu  Budaya Universitas Diponegoro

Abstract
This paper tries to give a philosophical answer towards problem of dynamics in Pancasila.
It is expected able to give justification for Pancasila; so that  it will enrich teoritical sides and develop Pancasila praxis as natonal foundation and ideology of Indonesian people.It is hoped that this paper will give a contribution for keeping consistency, relevance, and contextualization of Pancasila is always needed by Indonesian people who are continuously developing according to world development. The realization of the expectation will make Pancasila able to play a role: internally, it functions as a glue of unity and union of Indonesian people and directs nation struggle towards its ideals. Externally, it functions as a nation identity so that Indonesian people are different from other people.

Key Words: dynamics in Pancasila, consistency, relevance, contextualization, identity.

1.      Pendahuluan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik para founding fathers ketika negara Indonesia didirikan. Namun dalam perjalanan panjang
kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-nilainya. Deviasi pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang seharusnya. Walaupun seiring dengan itu sering pula terjadi upaya pelurusan kembali.
          Pancasila sering digolongkan ke dalam ideologi tengah di antara dua ideologi besar dunia yang paling berpengaruh, sehingga sering disifatkan bukan ini dan bukan itu. Pancasila bukan berpaham komunisme dan bukan berpaham kapitalisme. Pancasila tidak berpaham individualisme dan tidak berpaham kolektivisme. Bahkan bukan berpaham teokrasi dan bukan perpaham sekuler. Posisi Pancasila inilah yang merepotkan aktualisasi nilai-nilainya ke dalam kehidupan praksis berbangsa dan bernegara. Dinamika aktualisasi nilai Pancasila bagaikan pendelum (bandul jam) yang selalu bergerak ke kanan dan ke kiri secara seimbang tanpa pernah berhenti tepat di tengah.
     Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia, kita sepakat mendasarkan diri pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam mengatur dan menjalankan kehidupan negara.
Namun sejak Nopember 1945 sampai sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah Indonesia mengubah haluan politiknya dengan mempraktikan sistem demokrasi liberal.Dengan kebijakan ini berarti menggerakan pendelum bergeser ke kanan. Pemerintah Indonesia menjadi pro Liberalisme.Deviasi ini dikoreksi dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.Dengan keluarnya Dekrit Presiden ini berartilah haluan politk negara dirubah. Pendelum yang posisinya di samping kanan digeser dan digerakan ke kiri.Kebijakan ini sangat menguntungkan dan dimanfaatkan oleh kekuatan politik di Indonesia yang berhaluan kiri (baca: PKI)  Hal ini tampak pada kebijaksanaan pemerintah yang anti terhadap Barat (kapitalisme) dan pro ke Kiri dengan dibuatnya poros Jakarta-Peking dan Jakarta- Pyong Yang. Puncaknya adalah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965. Peristiwa ini menjadi pemicu tumbangnya pemerintahan Orde Lama (Ir.Soekarno) dan berkuasanya pemerintahan Orde Baru (Jenderal Suharto). Pemerintah  Orde Baru berusaha mengoreksi segala penyimpangan yang dilakukan oleh regim sebelumnya dalam pengamalan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah Orde Baru merubah haluan politik yang tadinya mengarah ke posisi Kiri dan anti Barat menariknya ke posisi Kanan. Namun regim Orde Barupun akhirnya dianggap penyimpang dari garis politik Pancasila dan UUD 1945, Ia dianggap cenderung ke praktik Liberalisme-kapitalistik dalam menggelola negara. Pada  tahun 1998 muncullah gerakan reformasi yang dahsyat dan berhasil mengakhiri 32 tahun kekuasaan Orde Baru. Setelah tumbangnya regim Orde Baru telah muncul 4 regim Pemerintahan Reformasi sampai saat ini. Pemerintahan-pemerintahan regim Reformasi ini semestinya mampu memberikan koreksi terhadap penyimpangan dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktik bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan oleh Orde Baru.


2.Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila
2.1.Kerangka Teoritik
Alfred North Whitehead (1864 – 1947), tokoh utama filsafat proses, berpandangan bahwa semua realitas dalam alam mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan,  kreatif dan baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”, walaupun unsur permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan  tidak boleh diabaikan. Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila sebagai suatu realitas (pengada). Masalahnya, bagaimanakah nilai-nilai Pancasila itu diaktualisasikan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara ? dan, unsur nilai Pancasila  manakah yang mesti harus kita pertahankan tanpa mengenal perubahan  ?
      Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah:
Pertama, nilai dasar,  yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu.Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma.Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara.Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.
Kedua, nilai instrumental,  yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
Ketiga, nilai praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan. Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme dan realitas.
    Jika ditinjau dari segi pelaksanaan nilai yang dianut, maka sesungguhnya pada nilai praksislah ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental itu. Ringkasnya bukan pada rumusan abstrak, dan bukan juga pada kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau proyek itu sendiri terletak batu ujian terakhir dari nilai yang dianut, tetapi pada kualitas pelaksanaannya di lapangan. Bagi suatu ideologi, yang paling penting adalah bukti pengamalannya atau aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Suatu ideologi dapat mempunyai rumusan yang amat ideal dengan ulasan yang amat logis  serta konsisten pada tahap nilai dasar dan nilai instrumentalnya. Akan tetapi, jika pada nilai praksisnya rumusan tersebut tidak dapat diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan kehilangan kredibilitasnya.Bahkan Moerdiono (1995/1996: 15) menegaskan, bahwa bahwa tantangan terbesar bagi suatu ideologi adalah menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksisnya. Sudah barang tentu jika konsistensi ketiga nilai itu dapat ditegakkan, maka terhadap ideologi itu tidak akan ada masalah. Masalah baru timbul jika terdapat inkonsisitensi dalam tiga tataran nilai tersebut.
    Untuk menjaga konsistensi dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam praktik hidup berbangsa dan bernegara, maka perlu Pancasila formal yang abstrak-umum-universal itu ditransformasikan menjadi rumusan Pancasila yang umum kolektif, dan bahkan menjadi Pancasila yang khusus individual (Suwarno, 1993: 108). Artinya, Pancasila menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan individual, sehingga menjiwai semua tingkah laku dalam lingkungan praksisnya dalam bidang kenegaraan, politik, dan pribadi.
    Driyarkara menjelaskan proses pelaksanaan ideologi Pancasila, dengan gambaran gerak transformasi Pancasila formal sebagai kategori tematis (berupa konsep, teori) menjadi kategori imperatif  (berupa norma-norma) dan kategori operatif  (berupa praktik hidup). Proses tranformasi berjalan tanpa masalah apabila tidak terjadi deviasi atau penyimpangan, yang berupa pengurangan, penambahan,dan penggantian (dalam Suwarno, 1993: 110- 111). Operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah diupayakan secara kreatif dan dinamik, sebab Pancasilasebagai ideologi bersifat futuralistik. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang dicita-citakan dan ingin diwujudkan.
    Masalah aktualisasi nilai-nilai dasar ideologi Pancasila ke dalam kehidupan praksis kemasyarakatan dan kenegaraan bukanlah masalah yang sederhana. Soedjati Djiwandono (1995: 2-3) mensinyalir, bahwa masih terdapat beberapa kekeliruan yang mendasar dalam cara orang memahami dan menghayati Negara Pancasila dalam berbagai seginya. Kiranya tidak tepat membuat “sakral” dan taboo berbagai konsep dan pengertian, seakan-akan sudah jelas betul dan pasti benar, tuntas dan sempurna, sehingga tidak boleh dipersoalkan lagi. Sikap seperti itu membuat berbagai konsep dan pengertian menjadi statik, kaku dan tidak berkembang, dan mengandung resiko ketinggalan zaman, meskipun mungkin benar bahwa beberapa prinsip dasar memang mempunyai nilai yang tetap dan abadi. Belum teraktualisasinya nilai dasar Pancasila secara konsisten dalam tataran praksis perlu terus menerus diadakan  perubahan, baik dalam arti konseptual maupun operasional. Banyak hal harus ditinjau kembali dan dikaji ulang. Beberapa mungkin perlu dirubah, beberapa lagi mungkin perlu dikembangkan lebih lanjut dan dijelaskan atau diperjelas, dan beberapa lagi mungkin perlu ditinggalkan.
    Aktualisasi nilai Pancasila dituntut selalu mengalami pembaharuan. Hakikat pembaharuan adalah perbaikan dari dalam dan melalui sistem yang ada. Atau dengan kata lain, pembaharuan mengandaikan adanya dinamika internal dalam diri Pancasila. Mengunakan pendekatan teori Aristoteles, bahwa di dalam diri Pancasila sebagai pengada (realitas) mengandung potensi, yaitu dasar kemungkinan (dynamik). Potensi dalam pengertian ini adalah kemampuan real subjek (dalam hal ini Pancasila) untuk dapat berubah. Subjek sendiri yang berubah dari dalam. Mirip dengan teori A.N.Whitehead, setiap satuan aktual (sebagai aktus, termasuk Pancasila) terkandung daya kemungkinan untuk berubah. Bukan kemungkinan murni logis atau kemungkinan objektif, seperti batu yang dapat dipindahkan atau pohon yang dapat dipotong. Bagi Whitehead, setiap satuan aktual sebagai realitas merupakan sumber daya untuk proses ke-menjadi-an yang selanjutnya. Jika dikaitkan dengan aktualisasi nilai Pancasila, maka pada dasarnya setiap ketentuan hukum dan perundang-undangan pada segala tingkatan, sebagai aktualisasi nilai Pancasila (transformasi kategori tematis menjadi kategori imperatif), harus terbuka terhadap peninjauan dan penilaian atau pengkajian tentang keterkaitan dengan nilai dasar Pancasila.
    Untuk melihat transformasi Pancasila menjadi norma hidup sehari-hari dalam bernegara orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-4 yang berkaitan dengan negara, yang meliputi; wilayah, warganegara, dan pemerintahan yang berdaulat. Selanjutnya, untuk memahami transformasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa, orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-3 yang berkaitan dengan bangsa Indonesia, yang meliputi; faktor-faktor integratif dan upaya untuk menciptakan persatuan Indonesia. Sedangkan untuk memahami transformasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-1, ke-2, dan ke-5 yang berkaitan dengan hidup keagamaan, kemanusiaan dan sosial ekonomis (Suwarno, 1993: 126).

2.2. Perubahan dan Kebaharuan
Pembaharuan dan perubahan bukanlah melulu bersumber dari satu sisi saja, yaitu akibat yang timbul dari dalam, melainkan bisa terjadi karena pengaruh dari luar. Terjadinya proses perubahan (dinamika) dalam aktualisasi nilai Pancasila tidaklah semata-mata disebabkan kemampuan dari dalam (potensi) dari Pancasila itu sendiri, melainkan suatu peristiwa yang terkait atau berrelasi dengan realitas yang lain. Dinamika aktualisasi Pancasila bersumber pada aktivitas di dalam menyerap atau menerima dan menyingkirkan atau menolak nilai-nilai atau unsur-unsur dari luar (asing). Contoh paling jelas dari terjadinya perubahan transformatif dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, adalah empat kali amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan MPR pada tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002.
    Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi, terjadilah perubahan pola hidup masyarakat yang begitu cepat. Tidak satupun bangsa dan negara mampu mengisolir diri dan menutup rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian juga terhadap masalah ideologi.Dalam kaitan imi, M.Habib Mustopo (1992: 11 -12) menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya. Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi komunikasi & transportasi ikut mendorong hubungan antar bangsa semakin erat dan luas. Kondisi ini di satu pihak akan menyadarkan bahwa kehidupan yang mengikat kepentingan nasional tidak luput dari pengaruhnya dan dapat menyinggung kepentingan bangsa lain. Ada semacam kearifan yang harus dipahami, bahwa dalam kehidupan dewasa ini,  teknologi sebagai bagian budaya manusia telah jauh mempengaruhi tata kehidupan manusia secara menyeluruh. Dalam keadaan semacam ini, tidak mustahil tumbuh suatu pandangan kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya faham kebangsaan.Beberapa informasi dalam berbagai ragam bentuk dan isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah begitu saja.Mengingkari dan tidak mau tahu “tawaran” atau pengaruh nilai-nilai asing merupakan kesesatan berpikir, yang seolah-olah menganggap bahwa ada eksistens yang bisa berdiri sendiri. Kesalahan berpiklir demikian oleh Whitehead disebut sebagai the fallacy of misplace concretness (Damardjati Supadjar, 1990: 68). Jika pengaruh itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, atau tidak mendukung bagi terciptanya kondisi yang sesuai dengan Pancasila, maka perlu dikembangkan sikap yang kritis terutama terhadap gagasan-gagasan, ide-ide yang datang dari luar.
    Dalam konteks budaya, masalah pertemuan kebudayaan bukan masalah memfilter atau menyaring budaya asing, tetapi mengolah dan mengkreasi dalam interaksi dinamik sehingga tercipta sesuatu yang baru. Jati diri bangsa, budaya politik adalah sesuatu yang harus terus menerus dikonstruksikan, karena bukan kenyataan yang mandeg (Sastrapratedja, 1996: 11). Kalau ideologi-ideologi besar di dunia sekarang ini diperhatikan dengan seksama, maka terlihat mereka bergeser secara dinamik. Para penyangga ideologi itu telah melakukan revisi, pembaharuan, dan pemantapan-pemantapan dalam mengaktualisasikan ideologinya. Perkembangan zaman menuntut bahwa ideologi harus memiliki nafas baru, semangat baru dengan corak nilai, ajaran dan konsep kunci mengenai kehidupan yang memiliki perspektif baru. Ideologi Pancasilapun dituntut demikian. Pancasila harus mampu menghadapi pengaruh budaya asing, khususnya ilmu dan teknologi modern dan latar belakang filsafatnya yang berasal dari luar.
    Prof. Notonagoro telah menemukan cara untuk memanfaatkan pengaruh dari luar tersebut, yaitu secara eklektif mengambil ilmu pengetahuan dan ajaran kefilsafatan dari luar tersebut, tetapi dengan melepaskan diri dari sistem filsafat yang bersangkutan dan selanjutnya diinkorporasikan dalam struktur filsafat Pancasila. Dengan demikian, terhadap pengaruh baru dari luar, maka Pancasila bersifat terbuka dengan syarat dilepaskan dari sistem filsafatnya, kemudian dijadikan unsur yang serangkai dan memperkaya struktur filsafat Pancasila (Sri Soeprapto, 1995: 34). Sepaham dengan Notonagoro, Dibyasuharda (1990: 229) mengkualifikasikan Pancasila sebagai struktur atau sistem yang terbuka dinamik, yang dapat menggarap apa yang datang dari luar, dalam arti luas, menjadi miliknya tanpa mengubah identitasnya, malah mempunyai daya ke luar, mempengaruhi  dan mengkreasi.
    Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada daya refleksi yang mendalam dan keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai, dan memilih nilai-nilai hidup yang tepat dan baik untuk menjadi pandangan hidup bangsa bagi kelestarian hidupnya di  masa mendatang. Sedangkan penerapan atau penolakan terhadap nilai-nilai budaya luar tersebut berdasar pada relevansinya. Dalam konteks hubungan internasional dan pengembangan ideologi, bukan hanya Pancasila yang menyerap atau dipengaruhi oleh nilai-nilai asing, namun nilai-nilai Pancasila bisa ditawarkan dan berpengaruh, serta menyokong kepada kebudayaan atau ideologi lain. Bahkan Soerjanto Poespowardojo (1989: 14) menjelaskan, bahwa dinamika yang ada pada aktualisasi Pancasila memungkinkan bahwa Pancasila juga tampil sebagai alternatif untuk melandasi tata kehidupan internasional, baik untuk memberikan orientasi kepada negara-negara berkembang pada khususnya, maupun mewarnai pola komunikasi antar negara pada umumnya.
    Ideologi Pancasila bukanlah pseudo religi. Oleh karena itu, Pancasila perlu dijabarkan secara rasional dan kritis agar membuka iklim hidup yang bebas dan rasional pula. Konsekuensinya, bahwa Pancasila harus bersifat terbuka. Artinya, peka terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia dan tidak menutup diri terhadap nilai dan pemikiran dari luar yang memang diakui menunjukkan arti dan makna yang positif bagi pembinaan budaya bangsa, sehingga dengan demikian menganggap proses akulturasi sebagai gejala wajar. Dengan begitu ideologi Pancasila akan menunjukkan sifatnya yang dinamik, yaitu memiliki kesediaan untuk mengadakan pembaharuan yang berguna bagi perkembangan pribadi manusia dan masyarakat. Untuk menghadapi tantangan masa depan perlu didorong pengembangan nilai-nilai Pancasila secara kreatif dan dinamik. Kreativitas dalam konteks ini dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyeleksi nilai-nilai baru dan mencari alternatif bagi pemecahan masalah-masalah politik, sosial, budaya, ekonomi, dan pertahanan keamanan. Ideologi Pancasila tidak a priori menolak bahan-bahan baru dan kebudayaan asing, melainkan mampu menyerap nilai-nilai yang dipertimbangkan dapat memperkaya dan memperkembangkan kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Menurut Hardono Hadi (1994: 57), bangsa Indonesia, sebagai pengemban ideeologi Pancasila, tidak defensif dan tertutup sehingga sesuatu yang berbau asing harus ditangkal dan dihindari karena dianggap bersifat negatif. Sebaliknya tidak diharapkan bahwa bangsa Indonesia menjadi begitu amorf, sehingga segala sesuatu yang menimpa dirinya diterima secara buta tanpa pedoman untuk menentukan mana yang pantas dan mana yang tidak pantas untuk  diintegrasikan dalam pengembangan dirinya.
    Bangsa Indonesia mau tidak mau harus terlibat dalam dialog dengan bangsa-bangsa lain, namun tidak tenggelam dan hilang di dalamnya. Proses akulturasi tidak dapat dihindari. Bangsa Indonesia juga dituntut berperan aktif dalam pergaulan dunia.Bangsa Indonesia harus mampu ikut bermain dalam interaksi mondial dalam menentukan arah kehidupan manusia seluruhnya. Untuk bisa menjalankan peran itu,  bangsa Indonesia sendiri harus mempunyai kesatuan nilai yang menjadi keunikan bangsa, sehingga mampu memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam percaturan internasional. Identitas diri bukan sesuatu yang tertutup tetapi sesuatu yang terus dibentuk dalam interaksi dengan kelompok masyarakat bangsa, negara, manusia, sistem masyarakat dunia (Sastrapratedja, 1996: 3).
Semuanya itu mengharuskan adanya strategi kebudayaan yang mampu neneruskan dan mengembangkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam segala aspek kehidupan bangsa.
    Abdulkadir Besar (1994: 35) menawarkan pelaksanaan “strategi dialogi antar budaya” dalam menghadapi gejala penyeragaman atau globalisasi dewasa ini.. Artinya, membiarkan budaya asing yang mengglobal berdampingan dengan budaya asli. Melalui interaksi yang terus menerus, masing-masing budaya akan mendapatkan pelajaran yang berharga. Hasil akhir yang diharapkan dari interaksi itu adalah terpeliharanya cukup diferensiasi, sekaligus tercegahnya penyeragaman universal. Ideologi Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia tidak mandeg, melainkan harus diperbaharui secara terus menerus, sehingga mampu memberikan pedoman, inspirasi, dan dukungan pada setiap anggota bangsa Indonesia dalam memperkembangkan dirinya sebagai bangsa Indonesia. Sedangkan pembaharuan yang sehat selalu bertitik tolak pada masa lampau dan sekaligus diarahkan bagi terwujudnya cita-cita di masa depan. Setiap zaman menampakkan corak kepribadiannya sendiri, namun kepribadian yang terbentuk  pada zaman yang berbeda haruslah mempunyai kesinambungan dari masa lampau sampai masa mendatang sehingga tergambarkan aspek historitasnya (Hardono Hadi, 1994: 76). Kesinambungan tidak berarti hanya penggulangan atau pelestarian secara persis apa yang dihasilkan di masa lampau untuk diterapkan pada masa kini dan masa mendatang. Unsur yang sama dan permanen maupun unsur yang kreatif dan baru, semuanya harus dirajut dalam satu kesatuan yang integral.
    Teori hilemorfisme dari Aristoteles bisa mendukung pandangan tersebut. Aristoteles menegaskan, bahwa meskipun materi (hyle) menjadi nyata bila dibentuk (morfe), namun materi tidaklah pasif. Artinya ada gerak.  Setiap relitas yang sudah berbentuk (berdasar materi) dapat juga menjadi materi bagi bentuk yang lain,sehingga setiap realitas mengalami perubahan. Perubahan yang ada bukan kebaharuan sama sekali namun perubahan yang kesinambungan. Artinya, aktualitas yang ada sekarang berdasar pada realitas yang telah
ada pada masa lampau dan terbuka bagi adanya perubahan di masa depan.

3. Simpulan
Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya memberikan pedoman  bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi. Di lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap Pancasila bisa diminimalisir.
    Substansi dari adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam norma dan praktik hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan
terjadi apabila ada dinamika internal (self-renewal) dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan penggayaan ideologi Pancasila.Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya akseptabilitas dan kredibilitas Pancasila oleh warganegara dan wargamasyarakat Indonesia.



















DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Besar. 1994. Pancasila dan Alam Pikiran Integralistik (Kedudukan dan                  Peranannya dalam Era Globalisasi). Yogyakarta: Panitia Seminar “Globalisasi Kebudayaan dan Ketahanan Ideologi”  16-17 November 1994 di UGM.

Bachtiar, Harsja W. (Peny.).1976. Percakapan dengan Sidney Hook tentang Masalah                  Filsafat. Jakarta: Jambatan.

Bakker, Anton.1992. Ontologi atau Metafisika Umum. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Bertens. Kess. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.

Bracher, Karl Dietrich. 1984. The Age of Ideologies. New York: St.Martin’s Press.

Damardjati Supadjar.1990. Konsep Kefilsafatan tentang Tuhan Menurut Alfred Nort              Whitehead. Yogyakarta: Disertasi Doktor di UGM.  

Dibyasuharda. 1990.Dimensi Metafisik dalam Simbol: Ontologi mengenai Akar Simbol.
                  Yogyakarta: Disertasi Doktor di UGM.

Driyarkara, N.1959. Pantjasila dan Religi. Yogyakarta: Makalah disampaikan pada                   Seminar Pantjasila I di Yogyakarta tanggal 16 sampai 20 Februari.

-----------------.1993 (Cet.ke-12).Filsafat Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Habermas, Jurgen.1990. Ilmu dan Teknologi sebagai Ideologi. Jakarta: LP3ES.

Habib Mustopo, M.1992. Ideologi Pancasila dalam Menghadapi Globalisasi dan Era
                   Tinggal Landas. Bandungan-Ambarawa: Panitia Seminar dan Loka Karya
                   Nasional MKDU Pendidikan Pancasila Dosen-dosen PTN/PTS dan      Kedinasan Pada tanggal 29 – 30 September 1992.

Hardono Hadi, P. 1994.Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Penerbit
                   Kanisius.

Kansil, C.S.T.1971. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Pradnya
                   Paramita.

Kattsoff, Louis O.1953. Elements of Philosophy. New York: The Ronald Press Comp.

Kendall,  G.A. 1981. “Ideology: An Essay in Definition” dalam majalah Philophy
                   Today No.25, hal. 262 – 276.

Koento Wibisono. 1988. Pancasila Ideologi Terbuka. Magelang: Panitia Temu Karya
                    Dosen-Dosen PTN Se-Jawa Tengah dan Kopertis Wil.VI.

Leahy, Louis. 1993. “Ideologi Tinjauan Historis dan Kritis”. Yogyakarta:  dalam Majalah  Basis No.42, halaman 130 – 135.

Liek Wilardjo. 1990.Realita dan Desiderata. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Lorens Bagus. 1991. Metafiska. Jakarta: PT Gramedia.

Magnis Suseno, Franz. 1991. Berfilsafat dari Konteks. Jakarta: PT Gramedia.

Mannheim, Karl. 1991. Ideologi dan Utopia (Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik).
                       Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Moerdino. 1995/1996. “Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Menghadapi Era Globalisasi  dan Perdagangan Babas”, dalam Majalah Mimbar No.75 tahun XIII.

------------. 1995/1996. “Masalah Filsafati dan Ideologi dalam Membangun Negara Hukum   di Indonesia”, dalam Majalah Mimbar No. 74 tahun XIII.

Naisbitt, John dan Patricia Aburdence. 1990. Megatrends 2000 (Sepuluh Arah Baru untuk  Tahun 1990-an). Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Notonagoro. 1974 (Cet.Kelima). Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila. Jakarta: Universitas Pancasila.

--------------. 1975. Pancasila secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tudjuh.

-------------. 1984 (Cet.Keenam). Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Bina Aksara.

Popkin, Richard, dan Avrum Stroll. 1958. Philosophy Made Simple. New York: Made
                         Sample Books, Inc.

Pranarka A.M.W. 1985. Sejarah Pemikiran tentang Pancasila. Jakarta: CSIS.
Sartono Kartodirdjo. 1990. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sastrapratedja,M. 1996. Pancasila dan Globalisasi. Magelang: Panitia Seminar Nasional Pendidikan Pancasila di Universitas Tidar pada 29-31 Juli 1996.

Slamet Sutrisno. 1986. Pancasila sebagai Metode. Yogyakarta: Liberty.
Snyder, Louis L. 1954. The Meaning of Nationalism. New Brunswick-New Jersey: Rut-
                          ger University Press.

Soedjati Djiwandono, J. 1995. Setengah Abad Negara Pancasila (Tinjauan Kritis ke Arah  Pembaharuan. Jakarta: CSIS.

Soerjanto Poespowardojo. 1989. Filsafat Pancasila. Jakarta: Gramedia.
Sudarmanto, JB. 1987. Agama dan Ideologi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sudarminta, J. 1991. Filsafat Proses (Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Whitehead).Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Suwarno, P.J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Traer, Robert. 1991. Faith in Human Rights. Washington DC: Georgetown Univ.Press.
Whitehead, Alfred North. 1979. Process and Reality. New York: The Free Press.
William Ebenstein & Edwin Fogelman. 11985. Today’s Isms. London: Prentice-Hall,Inc.





**Semoga Bermanfaat**

Read More

Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-Hari

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI

D
I
S
U
S
U
N

Oleh

HENDRA PAKPAHAN
NIM. 22702894






FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MEDAN
TAHUN AJARAN
2015-2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat di selesaikan dengan tepat waktu .
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak  Pengampu selaku dosen pendidikan Pancasila yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang implementasi pancasila dalam Kehidupan sehari-hari
. Kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah  ini. Namun demikian , kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam proses belajar. Kritik dan saran sangat kami harapkan, demi perbaikan makalah ini , semoga keberhasilan berpihak pada kita semua.



                                                                                      Medan ,  Oktober 2015
                                                               


     Penyusun



DAFTAR ISI

KATA  PENGANTAR....................................................................................... ......... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... .... ii

BAB I    PENDAHULUAN................................................................................ ......... 1
              A. Pengertian pancasila........................................................................... ...... 1
              B. Pendekatan pancasila secara historis.................................................. ......... 1

BAB II   PEMBAHASAN.................................................................................. ......... 3
              A. Pengertian Nilai.................................................................................. ...... 3
              B. Macam-Macam Nilai.......................................................................... ....... 3
              C. Sistem nilai dalam pancasila............................................................... ........ 4
              D. Makna sila-sila pancasila.................................................................... ....... 4
              E. Pengamalan Pancasila sila kelima dalam kehidupan sehari- hari....................... 6

BAB III PENUTUP............................................................................................ ........ 8
              A. Kesimpulan........................................................................................ ...... 8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... ......... 9



BAB I
PENDAHULUAN


A. Pengertian pancasila
Pancasila adalah  dijiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.

B. Pendekatan pancasila secara historis
Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sansekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras/obat-obatan terlarang
Pada perjuangan merebut kemerdekaan Pancasila mulai dirumuskan kembali. Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968.
Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni:
1.      Telaah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai padatanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan PenyelidikUsaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
2.      Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi.
Permasalahan Pancasila yang masih terasa mengganjal adalah tentang penghayatan dan pengamalannya saja. Hal ini tampaknya belum terselesaikan oleh berbagai peraturan operasional tentangnya. Dalam hal ini, pencabutan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 (Ekaprasetia Pancakarsa) tampaknya juga belum diikuti upaya penghayatan dan pengamalan Pancasila secara lebih “alamiah. Tentu kita menyadari juga bahwa upaya pelestarian dan pewarisan Pancasila tidak serta merta mengikuti Hukum Mendel.
Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut kiranya cukup untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan dinamika Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa dalam membahas Pancasila, kita terikat pada rumusan Pancasila yang otentik dan pola hubungan sila-silanya yang selalu merupakan satu kebulatan yang utuh.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai
            Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Jadi, bukan objek itu sendiri yang dinamakan nilai. Suatu yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualiatas yang melekat pada suatu tersebut.
            Menilai adalah menimbang, artinya suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan suatu dengan suatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan yang dapat menyatakan bahwa suatu itu berguna, benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jelek, suci atau berdosa.

B. Macam-Macam Nilai
            Seperti yang telah didefinisikan bahwa nilai itu tersembunyi dibalik kenyataan lain. Implikasinya yaitu bahwa sebenernya segala sesuatu itu bernilai atau mengandung nilai, hanya saja derajad nilai itu positif atau negative. Disamping itu dalam suatu itu, masih harus ditentukan kemudian.
            Walter G. everet mengelompokkan nila-nilai manusiawi menjadi delapan kelompok, yaitu:
1.      Nilai-nilai ekonomis, yaitu mengacu pada semua yang dapat dijual dan dibeli.
2.      Nilai-nilai kejasmanian, yaitu mengacu pada kebugaran, kesehatan, kemulusan tubuh, dan kebersihan.
3.      Nilai-nilai hiburan, yaitu mengacu pada kenikmatan rekreasi, keharmonian music, keselarasan nada.
4.      Nilai-nilai social, yaitu mengacu pada kerukunan, persahabatan, persaudaraan, kesejahteraan, keadilan, kerakyatan, dan persatuan.
5.      Nilai-nilai watak, yaitu mengacu pada kejujuran, kesederhanaan, dan kesetian.
6.      Nilai-nilai estetis, yaitu mengacu pada keindahan, keselarasan, keseimbangan, dan keserasian.
7.      Nilai-nilai intelektual, yaitu mengacu pada kecerdasan, ketekunan, kebenaran, dan kepastian.
8.      Nilai-nilai keagamaan, yaitu mengacu pada kesucian, keagungan Tuhan, keesaan Tuhan, dan keibadahan.

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga yaitu:
1.      Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. Misalnya: kebutuhan makan, minum, sandang, papan, kesehatan dll.
2.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. Misalnya: semangat kemauan, kerja keras, ketekunan dll.
3.      Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai-nilai kerohanian dibagi menjadi empat yaitu:
a)      Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta manusia).
b)      Nilai keindahan, (nilai estetika) yang bersumber _istri perasaan.
c)      Nilai kebaikan, (nilai moral) yang bersumber pada kehendak manusia (will, wollen, karsa manusia)
d)     Niali religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber pada kepercayaan dan keyakinan.

C. Sistem nilai dalam pancasila
              System secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan antara nilai yang satu dengan yang lain. Jika kita berbicara tentang sistem nilai berarti ada beberapa nilai yang menjadi satu dan bersama-sama menuju pada suatu tujuan tertentu.
            Sistemnilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai apa yang hidup dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang dipandang baik. Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan. Kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh, tek terpisahkan mengacu kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu system nilai termasuk ke dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.

D. Makna sila-sila pancasila
            Pengkajian pancasila secara filosofis dimaksudkan untuk mencapai hakikat atau makna terdalam dari sila-sila pancasila. Dengan analisis makna sila-sila diharapkan akan diperoleh makna yang akurat dan mempunyai nilai filosofis. Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah interprestasi (hermeneutika) terhadap masing-masing sila pancasila.
1.      Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a.       Pengakuan adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
c.       Tidak memaksa warga Negara untuk beragama, tetapi diwajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku.
d.      Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia.
e.       Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama, toleransi antar umat dan dalam beragama.
f.       Negara member fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga Negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik antar agama.
2.      Arti dan Makna Sila Kemanusian yang Adil dan Beradab
a.       Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makluk Tuhan. Maksudnya manusia mempunyai sifat yang universal.
b.      Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, hal ini juga bersifat universal.
c.       Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah kedilan dan peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan, karena keadilan harus dirrealisasikan dalam kehidupan masyarakat.
3.      Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
a.       Nasionalisme
b.      Cinta bangsa dan tanah air
c.       Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa
d.      Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
e.       Menumbuhkan rasa senesib dan sepenanggulangan.

4.      Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
a.       Hakikat Sila ini adalah demikrasi. Demokrasi dalam umum, yaitu pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
b.      Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Disini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan putusan bersama secara bulat.
c.       Dalam melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama. Dalam hal ini perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sehingga membawa konsekuensi adanya kejujuran bersama.
d.      Perbedaan secara umum demokrasi dibarat dan di Indonesia, yaitu terletak pada permusyawaratan rakyat.
5.      Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a.       Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
b.      Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.
c.       Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.

E. Pengamalan Pancasila sila kelima dalam kehidupan sehari- hari
Menilik kembali kepada tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan kehendak dalam mengisi kemerdekaan RI yakni sebagai berikut:
1.      Membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 
2.      Memajukan kesejahteraan umum / bersama
3.      Mencerdaskan kehidupan bangsa 
4.      Ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kedilan sosial.

Masih jauh impian dengan kenyataannya. Ketika hak-hak sebagai warga negara masih sangat sedikit yang menikmati, namun kewajibannya harus tetap dilaksanakan. Dilihat dari pasal kelima seharusnya saat ini hak warga negara lebih diperhatikan, misalnya hak yang paling mendasar yakni Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, agama, jabatan, dan lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak Asasi Manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan/tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh HAM di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
Di Indonesia ini pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM menyebabkan banyak rakyat yang sangat menderita. Contoh nyata akibat pelanggaran tersebut adalah:
1.      Kemiskinan 
Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin. Hal ini sebenarnya didasari oleh rendahnya kualitas SDM Karena latar belakang pendidikan yang masih tergolong rendah dan kualitas moral para pemimpin yang tidak baik. Maksudnya adalah ketidak merataan pembangunan dibeberapa daerah sehingga beberapa wilayah di Indonesia memiliki nilai kemiskinan yang rendah sedangkan daerah lainnya memiliki angka kemiskinan yang tinggi. Jadi ini adalah bukti tidak adilnya pemerintah terhadap kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang menyebabkan kemiskinan.
2.      Ketimpangan dalam pendidikan 
Banyak anak usia sekolah harus putus sekolah karena biaya, mereka harus bekerja dan banyak yang menjadi anak jalanan. Walaupun sudah diberlakukannya beberapa program untuk mengurangi biaya sekolah atau bahkan membebaskan biaya sekolah  BOS (Biaya Operasional Sekolah) tapi kenyataannya pembagiannya masih belum merata diseluruh wilayah Indonesia dan masih banyak dipotong oleh pihak-pihak tertentu. 
3.      Ketimpangan dalam pelayanan kesehatan
Keadilan dalam kesehatan masih belum dirasakan oleh masyarakat miskin Indonesia. Didalam hal ini maksudnya adalah belum dirasakan manfaat PJKMM (Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin) atau ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) sehingga munculnya anggapan “orang miskin dilarang sakit” karena biaya berobat di Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi dan hanya untuk kalangan menengah ke atas.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terlalu banyak warga negara yang menjadi korban dari ketimpangan pemenuhan Hak Asasi Manusia di negara ini. Pasal kelima dari Pancasila seharusnya dapat menjadi dasar dan tujuan untuk menciptakan kehidupan yang adil dan makmur.
Ketika para wakil rakyat sibuk memikirkan dirinya sendiri dan kroni-kroninya, lalu siapa yang memikirkan rakyat? Para pendahulu dengan susah payah merancang dan menyusun Pancasila ini, dengan harapan akan tercipta kehidupan yang lebih baik bagi setiap warganya. Bahkan sejak zaman Kerajaan Majapahit sudah mulai dikemukakan tentang Pancasila. Namun sekarang yang kita dapat hanyalah kemiskinan, ketimpangan dalam pendidikan dan kesehatan yang semakin meluas seiring bertambahnya penduduk di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA


Cassese, Antonio, 1994. HAM di Dunia Yang Berubah, Jakarta; Yayasan Obor.
Pangeran Alhaj S.T.S Drs., Surya Partia Usman Drs., 1995. Materi Pokok
Pendekatan Pancasila. Jakarta; Universitas Terbuka Depdikbud.
Soediman Kartohadiprojo, 1970. Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, Bandung;
Alumni.
Rukiyati, m. hum dkk. 2008. Pendidikan pancasila. Yogyakarta: UNY pres


Read More