Makalah Hak Cipta

Makalah Hak Cipta
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau pemegangnya untuk memperbanyak atau mengandakan hasil karya ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya suatu ciptaan. Pencipta berhak pula atas manfaat ekonomi yang lahir dari ciptaannya tersebut, baik dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Pelanggaran Hak Cipta itu dihukum sebagaimana yang tercantum menurut Pasal 44 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 Junto (J.o) Pasal 72 undang-undang No. 19 Tahun 200.

Harus diakui bahwa penyesuaian terhadap tuntutan masyarakat yang homogen menjadikan kreativitas para pencipta lagu menurun dari tahun ke tahun. Industri rekaman Indonesia dipenuhi dengan lagu-lagu bertema cinta, dengan lirik yang serupa dan melodi yang hampir sama. Ketika komunitas pencipta lagu terbawa arus industri seperti ini, kreativitas dan kualitas ciptaan lagu menjadi tidak penting. Bagi mereka, musik pop tidak lebih dari sekedar hiburan.

Seiring berjalannya waktu, trend penciptaan lagu itu menjadi terabaikan, padahal disitulah ukuran yang sebenarnya penentu eksistensi Hak Cipta berikut pengakuan Hak Moralnya. Banyak sekali peniruan dan penjiplakan ciptaan lagu karea trend selera pop masyarakat dapat menjadi hal yang biasa dan tidak ada yang mempersoalkannya. Dapat kita lihat berarti masih lemahnya hokum Hak Cipta juga Hak Moralnya.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana penjelasan HKI?
2) Bagaimana sanski pidana Hak Cipta?

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui tentang HKI.

2) Untuk mengetahui sanksi pidana Hak Cipta.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian HKI

Menurut Undang-undang No. 19 Tahun 2002 pasal 1 angka 1 bahwa Hak Cipta sebagai hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.

Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mendefinisikan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 1 ayat 1).

2. Prinsip-primsip HKI
a. Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)
Berdasarkan prinsip ini HKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptaannya. Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.

b. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya. Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.

c. Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)
Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu, HKI juga akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara. Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.

3. Cabang- Cabang HKI
1. Hak cipta (copy right)

Hak cipta adalah hak eklusif hak (hak yang semata-mata diperuntukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pilihan lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya) bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan-peraturan yang berlaku. Di Indonesia, pengaturan hak cipta diatur dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta (UUHC).

Sifat kebendaan hak cipta yaitu benda bergerak tidak berwujud. Hak cipta ini bisa beralih dari satu orang ke orang lain tapi tidak bisa secara lisan harus dengan bukti otentik secara tertulis baik tanpa atau dengan akta notaris. Pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada Direktorat Jendral HKI atau orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan. Hak pencipta dibagi 2, yaitu:
  • Hak ekonomi (economi right) adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi bagi penciptanya atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat atas ciptaan serta produk hak terkait.
  • Hak moral ( moral right) adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun walaupun hak ekonomi pada hak cipta atau hak terkait telah dialihkan, kecuali dengan persetujuan pencipta dengan persetujuan ahli warisnya dalam pencipta telah meninggal dunia.
2. Hak paten (patent)
Hak paten adalah hak eklusif yang diberikan oleh Negara kepada investor atau hasil invensi dalam bidang teknologi, selama jangka waktu tertentu melakukan invensinya atau memberikan persetujuan pada pihak lain untuk melaksanaknnya. Dasar hukumunya yaitu UU No. 24 tahun 2001 tentang paten.

3) Hak merek (trademark)

Pasal 1 ayat 1 UU Merek merumuskan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Tanda yang dapat diklasifikasikan merek yaitu, kata, huruf, angka, gambar, warna, dan gabungan unsur-unsur tersebut, seperti satu warna (single colour), tanda-tanda 3 dimensi baik berbentuk sebuah produk atau kemasan, tanda-tanda yang dapat didengar, tanda-tanda yang dapat dicium, tanda-tanda bergerak.

Merek terdiri dari merek jasa, dagang dan kolektif. Ketentuan dalam pendaftaran merek mencakup hal sebagai berikut:
a) Sebuah merek bisa didaftarkan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
· Adanya daya pembeda
· Keaslian (originality)

b) Sebuah merek tidak dapat didaftarkan apabila terjadi hal-hal berikut:
· Permohonan dilakukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik
· Merek tersebut mengandung salah satu unsur dibawah ini:

10 prinsip penting UU Merek Indonesia:
  1. Merek merupakan sebuah tanda yang membedakan sebuah produk barang atau jasa dengan produk barang atau jasa lain yang sejenis
  2. Perlindungan merek diberikan dengan pendaftaran
  3. Pihak yang mengajukan permohonan dibatasi
  4. Jangka waktu perlindungan merek dapat diperpanjang
  5. UU merek menyediakan pengecualian khusus terhadap perlindungan indikasi asal yang tak harus didaftarkan
  6. Menganut asas pendaftar pertama.
  7. Menggunakan prinsip permohonan merek yang beritikad baik
  8. Penghapusan merek oleh Direktorat Jendral HKI terjadi karena 4 kemungkinan, yaitu atas prakarsa Direktorat Jendral HKI, atas permohonan dari pemegang merek, keputusn pengadilan, tidak diperpanjangnya jangka waktu perlindungan merek
  9. Putusan pengadilan niaga hanya data diajukan kasasi
  10. Menyadarkan proses tuntutan pidana berdasarkan delik aduan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptaan.

Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 yang bertujuan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya.

Yang dapat diambil dari pembahasan mengenai “Hak Kekayaan Intelektual (HKI)” dengan kasus pelanggaran Hak Cipta lagu Wali Band adalah dapat mengetahui bagaimana seharusnya sanksi pidana atas pelanggaran Hak Cipta. Upaya dan penegakan hukum yang dapat dilakukan terhadap pelanggaran Hak Moral karya lagu/musik dan rekaman suara antara lain dengan memperkuat kelembagaan hak cipta, sosialisasi dan peningkatan kesadaran hukum masyrakat, dan penindakan hukum terhadap pelanggaran hak moral.

B. Saran

disarankan kepada masyarakat agar mengetahui pentingnya menghargai HKI dalam kehidupan. - Pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada semua masyarakat untuk menghargai hasil karya cipta seseorang. Pemerintah harus bertindak tegas untuk menghukum pelaku yang terlibat dalam kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia. Sehingga negara Indonesia ini dapat mencapai tujuannya untuk menjadi bangsa yang lebih baik dari sebelumnya dalam segala bidang.

DAFTAR PUSTAKA
https://cahyosaputro94.wordpress.com/2014/04/12/tugas-1-aspek-hukum-dalam-ekonomi/
https://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/04/09/makalah-tentang-hak-kekayaan-intelektual-kasus-merek-yang-tidak-bisa-didaftarkan-dan-ditolak-pendaftarannya/
Read More

Makalah Hakikat Manajemen Pendidikan Di Sekolah

Makalah Hakikat Manajemen Pendidikan Di Sekolah
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu organisasi yang menjalankan sejumlah aktivitas memulai kegiatannya dengan melakukan proses perencanaan. Perencanaan dilakukan melalui aktivitas yang melibatkan individu-individu. Aktivitas inidividu ini diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi. Yang sering dilakukan adalah adanya kesadaran individu sebagai makhluk juga mempunyai keinginan-keinginan atau tujuan pibadi. Tujuan pribadi seseorang bisa selaras dengan tujuan organisasi, bisa juga tidak selaras. Ketidakselarasan tujuan mengakibatkan tujuan organisasi atau tujuan individu tidak tercapai. Untuk itu diperlukan suatu pengendali kerja sehingga tujuan individu bisa selaras dengan tujuan organisasi. Salah satu alat untuk mencapai hal tersebut adalah adanya sistem pengendalian manajemen yang baik.

Selain itu juga dengan menggunakan manajemen pendidikan yang baik merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas yang ringan, karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang rumit dan kompleks, sehingga menuntut manajemen pendidikan yang lebih baik. Sayangnya, selama ini aspek manajemen pendidikan pada berbagai tingkat dan satuan pendidikan belum mendapat perhatian yang serius, sehingga seluruh komponen sistem pendidikan kurang berfungsi dengan baik. Lemahnya manajemen pendidikan juga memberikan dampak terhadap efisiensi internal pendidikan yang terlihat dari jumlah peserta didik yang mengulang dan putus sekolah. Dari permasalahan-permasalahan tersebut dapat dilihat bahwa belum mengenanya peran dari manajemen karena kurangnya pemahaman tentang pentingnya manajemen.

Dari permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pendidikan islam perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.

Dalam makalah ini akan di bahas tentang hakikat dan konsep dasar manajemen pendidikan, sebagai pengantar materi pertama dalam Mata Kuliah Manajemen Pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat dan arti manajemen pendidikan?
2. Apa fungsi manajemen pendidikan?
3. Bagaimana ciri-ciri manajemen professional?
4. Apa makna dan pentingnya mempelajari manajemen pendidikan?

C. Tujuan
1. Mengetahui hakikat dan arti manajemen pendidikan.
2. Mengetahui fungsi manajemen pendidikan.
3. Mengetahui ciri-ciri manajemen professional.
4. Mengetahui makna dan pentingnya mempelajari manajemen pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat dan Pengertian Manajemen Pendidikan
1. Hakekat Manajemen Pendidikan

Dalam pendidikan formal kepala sekolah dapat berperan sebagai administrator, manajer, dan supervisor. Ini berarti organisasi sekolah melaksanakan administrasi, manajemen, dan supervise. Begitu pula halnya dengan organisasi-organisasi lain pada hakikatnya melaksanakan ketiga aktivitas tersebut. Keluarga misalnya adalah organisasi yang melaksanakan administrasi yaitu suatu aktivitas yang mengupayakan kesejahteraan keluarga lahir batin, termasuk memberi pendidikan kepada anak-anak mereka. Keluarga juga melakukan manajemen pendidikan tatkala mereka memikirkan buku-buku apa saja yang perlu disediakan bagi anak-anak, permainan-permainan macam mana yang baik, bagaimana cara mendisiplinkan anak, dan sebagainya. Dan dalam proses pendidikan itu silih berganti bapak dan ibu melakukan supervise. Ibu akan menjadi supervisor dalam memperingati bapak yang salah mendidik putranya, sebaliknya bapak akan menjadi supervisor dalam membina istri tentang cara mendidik putra.

2. Pengertian Manajemen Pendidikan
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.

Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan melalui orang lain.

Sedangkan beberapa Ahli mendefinisikan tentang manajemen yang dikemukakan antara lain:
  1. Hasibuan Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
  2. GR Terry “Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari (planning) tindakan-tindakan perencanaan, (Organizing) pengorganisasian, (staffing) penataan staff ((actuating),) pengarahan, dan (Controlling) pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaat sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
  3. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel “Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manager mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas rangg lain yang meliputi (planning) perencanaan, (Organizing) pengorganisasian, (placing) penempatan, (actuating) pengarahan, dan (Controlling) pengendalian.”
  4. Andrew F. Sikula “ Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, (motivating) pemotivasian, komunikasi dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengorganisasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehinggga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses pengaturan, dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki organisasi melalui kerjasama para anggota untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dalam perspektif ini ada sejumlah unsur pokok yang membentuk kegiatan manajemen, yaitu : unsure manusia (men), barang-barang (materials), mesin (machines) metode (methods), uang (money) dan pasar (market). Keenam unsur ini memiliki fungsi masing-masing dan saling berinteraksi dalam mencapai tujuan organisasi terutama proses pencapain tujuan secara efektif dan efisien.

Sedangkan pengertian dari manajemen pendidikan itu sendiri merupakan gabungan dari dua kata yaitu “manajemen” dan “pendidikan”. Secara sederhana manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang dipraktikan dalam dunia pendidikan dengan spesifikasi dan ciri-ciri khas yang ada dalam penddikan.

Manajemen pendidikan pada dasarnya adalah alat-alat yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Unsur manajemen dalam pendidikan merupak penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam bidang pendidikan, bahwa manajemen pendidikan merupakan rangkaian proses yang terdiri dari, perencanaan, pengoordinasian, penggerakan, dan pengawasan yang dikaitkan dengan bidang pendidikan.

Bila kita perhatikan dari pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktip.

Selanjutnya, Henry Mintzberg, mengkategorikan peran seorang manajer dan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis utama, yaitu :
  • Peran Decisional, membutuhkan manajer yang merencanakan strategi dan memanfaatkan sumber daya. 
  • Peran Interpersonal, memerlukan manajemen untuk mengarahkaan dan mengawasi karyawan dan organisasi. 
  • Peran Informasi adalah, mereka dimana para manajer memberikan dan mengirimkan informasi.

B. Fungsi Manajemen Pendidikan
Mula-mula fungsi manajemen banyak ragamnya seperti: merencanakan, mengorganisasi, menyusun staf, mengarahkan, mengkoordinasi, mengontrol, mencatat dan melaporkan, dan menyusun anggaran belanja. Kemudian di buat menjadi lebih sederhana sehingga terdiri dari merencanakan, mengorganisasi, member komando, mengkoordinasi, dan mengontrol. Selanjutnya Hersey hanya menyebutkan 4 fungsi saja yaitu : merencanakan, mengorganisasi, memotivasi, dan mengontrol.

Fungsi manajemen pendidikan sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.

1. Fungsi Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan akan berakibat sangat patal bagi keberlangsungan pendidikan.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan perencanaan merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang memuaskan.

2. Fungsi Pengorganisasian (organizing)

Menurut Terry pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksnakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.

Sementara itu Ramayulis menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan, baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.

Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan, tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.

3. Fungsi Pengarahan (directing)
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat komponen, yaitu pengarah, yang diberi pengarahan, isi pengarahan, dan metode pengarahan. Pengarah adalah orang yang memberikan pengarahan berupa perintah, larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan adalah orang yang diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan adalah sesuatu yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara pengarah dan yang diberi pengarahan.

Dalam manajemen pendidikan, agar isi pengarahan yang diberikan kepada orang yang diberi pengarahan dapat dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi, keterbukaan, kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah, larangan, maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan sipenerima arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan dalam manajemen pendidikan adalah proses bimbingan yang didasari prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh- sungguh dan bersemangat disertai keikhlasan yang sangat mendalam.

4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.

Dalam pendidikan pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materil maupun spirituil.

C. Ciri-Ciri Manejemen Professional
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri manager atau pimpinan suatu organisasi yang dengan cara berfikirnya profesional :
  1. Seorang manager yang profesional selalu bekerja keras untuk memenangkan rasa hormat dari anak buahnya. Dia percaya bahwa dia harus bekerja lebih keras daripada anak buahnya karena dia seorang manager yang harus selalu memberi contoh baik.
  2. Seorang manager yang profesional menghargai anak buahnya secara sejajar, dan mencoba untuk memahami mereka sebagai individu. Dia berkomunikasi secara terbuka sesering mungkin dengan mereka. Dia juga berkomunikasi secara terbuka dengan atasannnya karena dia sadar bahwa interaksi ini akan banyak menolong dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik.
  3. Seorang manager yang profesional menyadari bahwa hubungan dengan anak buahnya harus dalam bentuk hubungan yan memuaskan bagi kedua belah pihak dalam hal pekerjaan. Maka biasanya dia bertindak tenang, masuk akal dan tidak emosional, walaupun dalam menangai masalah-masalah atau kesalahan anak buahnya serius.
  4. Seorang manager yang profesional secara aktif mendorong anak buahnya untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak buahnya. Dia merasa bahagia bila nak buahnya berhasil.
  5. Seorang manager profesional mendelegasikan pekerjaan dengan tepat agar supaya tujuan-tujuan perusahaan dapat tercapai secara objektif dan seefisien mungkin. Dia akan mengambil tanggung jawab bisa dia membuat kesalahan-kesalahan, mengakui kesalahan-kesalahan tersebut serta meminta maaf dengan tulus kepada anak buahnya.
  6. Seorang manager yang profesional menghargai hasil pekerjaan yang baik anak buahnya. Manager tersebut akan mengoreksi anak buahnya dengan cara yang profesional ketika mereka tidak menampilkan kerja yang kurang baik atau kurang disiplin.
  7. Seorang manager yang profesional percaya bahwa nak buahnya mampu memberi andil untk kesuksesan perusahaannya. Ini berarti bahwa dia sejauh mungkin akan mengajak anak buahnya untuk memberikan masukan-masukan, ide-ide, dan saran-saran untuk pemecahan masalah yang dihadapi di tempat kerja. Dia juga berkeinginan untuk mendengar, memahami dan menindak lanjuti kritikan dan tuntutan-tuntutan dari anak buahnya.

D. Makna dan Pentingnya Mempelajari Manajemen Pendidikan
1. Makna manajemen pendidikan

Manajemen pendidikan mempunyai pengertian kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan. seperti kita ketahui, tujuan pendidikan itu merentang dari tujuan yang sederhana sampai dengan tujuan yang kompleks tergantung lingkup dan tingkat pengertian pendidikan mana yang di maksud.

Manajemen pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan dan penilaian.

Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin di capai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang di perlukan, dan berapa banyak biayanya. Perencanaan itu di buat sebelum suatu tindakan di laksanakan.

Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas kepada orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan tadi. Karena tugas-tugas ini demikian banyak dan tidak dapat diselesaikan oleh satu orang saja, maka tugas-tugas ini di bagi untuk dikerjakan masing-masing anggota organisasi.

Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang telah di bagi itu dapat di kerjakan menurut kehendak yang mengerjakannya saja, tetapi menurut aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan di sepakati.

Pengarahan diperlukan agar kegiatan dilakukan bersama itu tetap melalui jalur yang telah ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan.

Pemantauan yaitu, suatu kegiatan untuk mengumpulkan data dalam usaha mengetahui sudah sampai seberapa jauh kegiatan pendidikan telah mencapai tujuannya, dan kesulitan apa yang ditemui dalam pelaksanaan itu.

Manajemen pendidikan dapat dilihat dengan kerangka berpikir system. System adalah keseluruhan yang terjdiri dari bagian-bagian dan bagian-bagian itu berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran.

Masukan (murid)à proses belajar, guru, kurikulum, lingkungan, murid, sarana prasarana organisasi sekolahà keluaran( lulusan).

Manajemen pendidikan juga dapat di lihatdari segi efektivitas pemanfaatan sumber. Jika menajmen di lihat dari sudut ini, perhatian tertuju kepada usaha untuk melihat apakah pemanfaatan sumber-sumber yang ada dalam mencapai tujuan pendidikan itu sudah mencapai sasaran yang di tetapkan dan apakah dalam pencapaian tujuan itu tidak terjadi pemborosan sumber yangdi maksud dapat berupa manusia, uang, sarana dan prasarana maupun waktu. Upaya harus di cari dalam pemanfaatan sumber yang tersedia dengan sebaik-baiknya.

Menajemen pendidikan juga dapat dilihat dari segi kepemimpinan. Menajemen pendidikan di lihat dari segi kepemimpinan merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana dengan kemampuan yang dimiliki administrator pendidikan itu, ia dapat melaksanakan tut wurihandayani, ing madyo mangun karso, dan ing ngarso sung tulodo dalam pencapaian tujuan pendidikan. Menajemen pendidikan juga dapat dilihat dari proses pengambilan keputusan. Kita tahu bahwa melakukan kerja sama dan memimpin kegiatan sekelompok orang bukanlah pekerjaan yang mudah. Setiap kali administrator di hadapkan kepada bermacam-macam masalah, dan ia harus memecahkan masalh itu. Untuk memecahkan masalah tersebut di perlukan kemampuan dalam mengambil keputusan, yaitu memilih kemungkinan tindakan yang terbaik dari sejumlah kemugkunan-kemungkinan tindakan yang dapat di lakukan.

Menajemen pendidikan juga dapat di lihat dari segi komunikasi. Komunikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai usaha untuk membuat orang lain mengerti apa yang kita maksudkan, dan kita juga mengerti apa yang di maksudkan orang lain itu. Jika dalam kerja sama pendidikan tidak ada komunikasi, maka orang yang bekerja sama itu saling tidak mengetahui apa yang dikerjakan atau pa yang di inginkan teman sekerjanya. Menajemen pendidikan sering diartikan dalam pengertian yang sempit yaitu kegiatan ketatausahaan yang intinya adalah kegiatan rutin catat-mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat-menyurat dengan segala aspeknya, serta mempersiapkan laporan.

2. Pentingnya Mempelajari Manajemen Pendidikan
Manajemen bagimana pun sangat di perlakukan oleh semua organisasi karena tanpa keberadaanya (manajemen) semua akan sia-sia dan menjadi kendala bagi tercapainya tujuan organisasi Untuk itu terdapat tiga alasan mengapa mempelajari manajemen yaitu :
  • Untuk mencapai tujuan. Manajemen di perlukan untuk mencapai tujuan organisasi yang sekaligus tujuan pribadi anggota organisasi.
  • Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Dalam hal ini manajemen diperlukan untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan,sasaran-sasaran,dan kegiatan-kegiatanyang saling bertentangan dengan pihak yang berkepentingan.
  • Untuk mencapai efisiensi dan efiktifitas Suatu hal kerja dapat di ukur dengan banyak cara yang berbeda.semua itu di lakukan dalam rangka mencapai efisiensi dan efetivitas.
Stoner mengekemukakan pada tahun (1996) ada tiga mengapa memeplajari manajemen yaitu sebagai berikut:
  • Organisasi memberikan kontribusi pada standar kehidupan umat manusia di dunia dimasa kini.
  • Organisasi membangun masa depan yang ebih baik dalam membantu individu-individu untuk melakukan hal yang sama.
  • Organisasi membantu menghubungkan manusia dengan masa lalunya. Organisasi dapat dipandang sebagai pola hubngan manusia.
Gibson mengemukakan pada tahun 1997 ada dua alasa mengapa kita mempelajari manajemen yaitu sebagai berikut :
  • Masyarakat tergantung pada spesialisasi berbagai lembaga.
  • Organisasi untuk menyedikan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan.
Robbin juga mengemukakan pendapatnya mengapa manajemen itu perlu di pelajari yang dikemukakan pada tahun 1999 yaitu sebagai berikut :
  • Setiap orang mempunyai kepentingan yang mendalam untuk mampu memperbaiki cara-cara pengolahan organisasi.
  • Sebagian besar setelah lulus perguruan tinggi kita mulai karier dengan mengelolah atau juga di kelola.
Dari uraian di atas maka semakin jelas bahwa pemahaman terhadap manajemen semakin hari semakin di perlukan dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pendidikan formal kepala sekolah dapat berperan sebagai administrator, manajer, dan supervisor. Ini berarti organisasi sekolah melaksanakan administrasi, manajemen, dan supervise. Begitu pula halnya dengan organisasi-organisasi lain pada hakikatnya melaksanakan ketiga aktivitas tersebut.

Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.

Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan melalui orang lain.

fungsi manajemen pendidikan sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.

beberapa ciri-ciri manager atau pimpinan suatu organisasi yang dengan cara berfikirnya profesional :

Seorang manager yang profesional selalu bekerja keras untuk memenangkan rasa hormat dari anak buahnya, Seorang manager yang profesional menghargai anak buahnya secara sejajar, dan mencoba untuk memahami mereka sebagai individu, Seorang manager yang profesional menyadari bahwa hubungan dengan anak buahnya harus dalam bentuk hubungan yan memuaskan bagi kedua belah pihak dalam hal pekerjaan, dan Seorang manager yang profesional secara aktif mendorong anak buahnya untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak buahnya.

Manajemen bagimana pun sangat di perlakukan oleh semua organisasi karena tanpa keberadaanya (manajemen) semua akan sia-sia dan menjadi kendala bagi tercapainya tujuan organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
http://mpiuika.wordpress.com/2009/10/22/makalah-diskusi-mpi-kelompok-1/11/4/2016,jam16.27
http://alfinfanani.blogspot.com/2012/11/makalah-fungsi-manajemen- pendidikan.html/11/4/ 2016 ,jam 16.30
http://uiita.wordpress.com/2013/01/08/manajemen-dan-organisasi/11/4/2016 ,jam 16.36
http://rozikinblog.blogspot.com/2012/10/ciricirimanagerprofesional.html#ixzz2fI9jLPwe/11/4/2016,jam 16.48
http://tabungan-ilmu.blogspot.com/2012/10/hakekat-dan-pentingnya-manajemen.html /11/4/2016,jam 16.59
Read More

The Effect Of Scaffolding Instruction Strategy And Schemata On Students’ Reading Comprehension

The Effect Of Scaffolding Instruction Strategy And Schemata On Students’ Reading Comprehension
CHAPTER I
INTRODUCTION

1.1 The background of the study

Reading is a thinking process which dominantly exercise person’s eyes and brain in order to comprehend a text. As one of the language skills, reading also plays an important role because reading has become a part of person’s daily life.

The reading skill is very important in the education field therefore students of elementary to university level need to be trained in order to have a good reading skill. They have to read their compulsory books or other materials related to their lesson. Especially for students who are studying languages, reading is one of the skills which has to be learned and considered as the most important one because it can influence other language skill (listening, speaking, and writing).

In reading comprehension, the message to be imposed in the written form is the most important element that the students must recognize, because the primary purpose of reading is to know the thoughts expressed in the printed material. Reading comprehension is the ability to read text, process it and understand its meaning. An individual's ability to comprehend text is influenced by their traits and skills. That’s why, reading with comprehension is only a way for the students to arrive at what they want to know from the reading material. However, the problem is how to make them comprehend the readings. Many students often have difficulties in reading comprehensively. A significant number of students lack the necessary skills to perform successfully when reading texts. Because they lack these skills, they are unable to contribute meaningfully discussions in the class. Overall, the students fail to complete assignments; they do not do well on their exams, and many impressions academic failure. Effectively this reasons above need and may require the use of various strategies to get comprehension in reading. There are many strategies can be used to improve student’s reading comprehension in struggling the information of texts being read. There are numbers of approaches to influence reading comprehension, including improving one's vocabulary and reading strategies. Out of various strategies is scaffolding strategy where’s appropriate to help students in comprehending the text easier. Scaffolding develops students’ reading comprehension in English classes. Each students receive direct guidance from the teacher including the motivation support and assistance in learning the reading material through the steps learning in scaffolding because students need to read and to comprehend effectively. Students will eventually be able to demonstrate reading comprehension independently.

Therefore, it is assumed that scaffolding can help success in teaching English especially in teaching reading. Through reading scaffolding instruction, teacher can enhance his experience, develop new concept, solve student’s problem, and broaden horizon of thinking, which are needed to ensure continuing personal growth of the students.

1.2 The Problem of The Study
Based on the background of the study, the problems formulated into form questions as the following:
  1. Does the scaffolding instruction strategy significantly affect the students reading comprehension?
  2. Does scemata affect the students’reading comprehension?
  3. Is there any interaction between scaffolding instruction strategy and scemata on students reading comprehension?
1.3 The Objectives of The Study
Scaffolding intruction and scemata are two factors that influence student’s succesful on reading comprehension. So the objectives of the study can be stated as followa:
  1. To find out whether scaffolding instruction strategy significantly affect the students reading comprehension
  2. To find out whether scemata affect the students’reading comprehension
  3. To find out wheter there is interaction between scaffolding instruction strategy and scemata on student’s reading comprehension
1.4 The Significance of The Study
The findings of the study are expected to be useful for:
  1. English eachers to apply this strategy in teaching learning process especially in reading class on student’s reading comprehension.
  2. Students, to gain knowledge to be used in their real life through reading text and it will ease them to comprehend the text.
  3. Readers, to improve and motivate their reading through scaffolding instruction strategy.
1.5 The Scope of The Study
There are many factors that enable the readers to comprehend a reading text such as motivation towards reading, background of knowledge, reading purpose, reading strategy and all of them can affect students succesful in reading, this study is conducted to investigate the effect of scaffolding instruction strategies and schemata at classroom tasks on teaching reading comprehension to the learners in grade 11 of SMA.

CHAPTER II
REVIEW OF LITERATURE

2. 1 Reading Comprehension

Reading comprehension is most likely to occur when students are reading what they want to read, or at least what they see some good reason to read. Reading with comprehension means understanding what has been read. It is an active, thinking process that depens not only on comprehension skill but also on the student’s experiences and prior knowledge. Brassell (2008: 18) inserts that reading comprehension is the ability to take the information from written text and do something with it in a way that demonstrates knowledge or understanding of that information. Reading comprehension involves understanding the vocabulary seeing the relationship among words and concepts, organizing ideas, recognizing the author’s purpose, making judgments, and evaluating. Word recognition skills are perhaps the most important factors in determining the degree of comprehension. Attempting, to comprehend without an adequate knowledge of vocabulary is really imposible, it will take time and effort.

To understand reading comprehension, one should begin by analyzing what comprehension involves and how it relates to the entire reading process. Reading comprehension involves more than knowledge of structure and vocabulary. It requires ability to understand the passage being read so that the goal of reading which generally to get information from written resources can be reached.

As the readers, who know the written language well, can move from marks on page to words and phrases quickly. Knowledge of the language in its written form provides the readers with the key to the identification of the basic forms and meanings of the language of the text. Based on the explanation above, it is important for the teacher to select a better strategy in order to help the students to achieve the goals of reading.

2. 2 The Process of Reading
Process is step that happens in someone or something before reach something. It is impossible if someone directly gets something without a process. Like the other skill reading has a process.

According to Burns (1984:4-5) the process of reading is extremely complex. In reading, students must be able to:
  1. Perceive the symbols set before them (sensory aspect).
  2. Interpret what they see as symbols or words (perceptual aspect).
  3. Follow the lines, logical, and grammatical patterns of the written words (sequential aspects).
  4. Recognize the connections between symbols and sounds, between words and what they represent (associational aspect).
  5. Relate words back to direct experiences to give the words meaning (experiential aspect).
  6. Remember what they learned in the past and incorporate new ideas and facts (learning aspect).
  7. Make inferences from and evaluate the material (thinking aspect).
  8. Deal with personal interests and attitudes that affect the task of reading (affective aspect).
Burns (1984:5) stated that a child can learn all of the sub skill (such as word recognition) of reading and still not be able to read until a teacher shows him or her how to put the sub skills together.

2. 3 The Purpose of Reading
Rivers and Temperly (1978: 187) suggest that there are seven main purposes for reading:
  1. To obtain information for some purposes or because we are curious about some topic.
  2. To obtain instructions how to perform some task for our work or daily life (e. g. , knowing how an appliance works).
  3. To act in a play. Play a game, do a puzzle.
  4. To keep in touch with friends by correspondence or to understand business letters.
  5. To know when or where something will take place or what is available.
  6. To know what is happening or has happened (as reported in newspapers, magazines, reports).
  7. For enjoyment or excitements.
Based on the explanation above the purpose for the students are facilitate and accelerate students' ability, facilitate students in solving problems reading text independently and to comprehend reading text through the scaffolding instruction strategy.

2. 4 Levels of Comprehension
Comprehension is the process of mind action in understanding the meaning of written or spoken language. In relation to the reading comprehension, there are four levels of comprehension, namely: literal, interpretive, critical, and creative reading (Burns, 1984:177). It means that students’ levels in reading will increase as their growth into mature readers.

2. 4. 1 Literal Reading Comprehension
Understanding the ideas and information directly stated in the passage which involves acquiring information that is directly stated in a selection, is important in and of itself and is also a perquisite for higher-level understanding. Recognizing stated main ideas, details, causes and effects, and sequences is the basis of literal comprehension, and a through understanding of vocabulary, sentence meaning and paragraph meaning is important.

The following is a text used as the media to explain how level of comprehension depicted on questions of comprehension (the same text will be used repeatedly in order to explain comprehension of interpretive, critical and creative reading)

2. 4. 2 Interpretive Reading Comprehension

Interpretive reading involves reading between the lines or making inferences. It is the process of deriving ideas that are implied rather than directly stated. Skills for interpretive reading include:
1. Inferring main ideas of passages in which the main ideas are not directly stated,
2. Inferring cause and effect relationship when they are not directly stated,
3. Inferring referents of pronouns,
4. Inferring referents of adverbs,
5. Inferring omitted words,
6. Detecting mood,
7. Detecting the author’s purpose in writing, and
8. Drawing conclusions.

2. 4. 3 Critical Reading Comprehension
Critical Reading is evaluating written material-comparing the ideas discovered in the material with known standards and drawing conclusions about their accuracy, appropriateness, and timeliness. The critical reader must be an active reader, questioning, searching for facts, and suspending judgment until he or she has considered all of the material. Critical reading depens upon literal comprehension and interpretive comprehension and grasping implied ideas is especially important. In critical comprehension present in a passage:analyzing, evaluating and personally reacting to information in terms of some standards.

2. 4. 4 Creative Reading Comprehension
Creative reading involves going beyond the material presented by the author. It requires readers to think as they read, just as critical reading does, and it also requires them to use their imaginations. It is concerned with the production of new ideas, the development of new insight, fresh approaches, and original constructs. Teachers must carefully nurture creative reading, trying not to ask only questions that have absolute answers, since these will tend not to encourage the diverse processes characteristic of creative reading. The skills needed in creative reading involve understanding cause-effect relationship in a story, solving problems, and producting new creations.

3. Scaffolding Instruction as a Teaching Strategy
Scaffolding Theory was first introduced in the late 1950s by Jerome Bruner, a cognitive psychologist. He uses the term to describe young children in language acquisition. Among the general public, the term scaffolding or scaffolding to be understood as a term related to building construction techniques, namely the composition of the effort put bamboo / wood beam / iron as a footstool while building a building, especially in the construction of concrete buildings. When the concrete construction is considered capable of standing strong, then the composition of bamboo / wood beam / iron it would be revoked. In the context of learning, the use of the term scaffolding or scaffolding appears to be considered a relatively new and increasingly popular along with the emergence of the idea of ​​active learning-oriented learning theory.

Simply, scaffolding learning can be defined as a strategy of providing support in a structured study, conducted at an early stage to encourage students to learn independently. The provision of learning support is not done continuously, but in line with the increase in the ability of students, teachers gradually had to reduce and release the students to learn independently. Thus, the essence and principle of work does not seem much different from the scaffolding in the context of setting up a building. Scaffolding learning as a learning aid strategy (assisted-learning) can be done when students plan, implement and reflect on learning tasks

Children first begin to learn to speak through the help of their parents, children instinctively have had to learn the structure of language. Scaffolding is an interaction between adults and children that allow children to carry anything beyond his own business. Scaffolding prepared by the learner to not change the nature or degree of difficulty of the task, but with scaffolding provided enable learners to successfully complete the task.

Bruner and Ross (1976) define scaffolding as a metaphor for the interaction between an expert and a novice engaged in a problem- solving task or the adult controlling those elements of the task that are initially beyond the learner's capacity, thus permitting him to concentrate upon and complete only those elements that are within his range of competence. Ellis (2004) states the social dimension of the development of a new skill is handled in sociocultural theory through the notion of scaffolding. Scaffolding is the dialogic process by which one speaker assists another in performing a function that he or she cannot perform alone. The results of students reading showed implementing scaffolding strategy effectively in the process of instruction students‘ reading comprehension upgraded students‘ reading comprehension.

According to Huggins (2002) the concept of scaffolding is based on the work of Vygotsky, who proposed that with an adult's assistance, children could accomplish tasks that they ordinarily could not perform independently. Using instructional scaffolds to help develop reading comprehension in English classes provide the support, assistance, and the confidence students need to read and to comprehend effectively.

Scaffolding Instruction describes specialized teaching strategies geared to support learning when students are first introduced to a new subject. Scaffolding gives students a context, motivation, or foundation from which to understand the new information that will be introduced during the coming lesson. Scaffolding should be considered fundamental to good, solid teaching for all students, not just those with learning disabilities or second language learners. In order for learning to progress, scaffolds should be gradually removed as instruction continues, so that students will eventually be able to demonstrate comprehension independently.

Scaffolding is a teaching strategy that focuses on raising students' abilities one step at a time and removing support as the student progresses. This encourages independence and enables the students to be active learners. Scaffolding begins with lessons that are just a step beyond what the learners are able to accomplish unassisted; the teacher builds on the tudents' revious knowledge and then removes himself as the support, allowing students to master and internalize the content. Scaffolding instructional strategy used whereby the teacher models the desired learning strategy or task, then gradually shifts responsibility to the students.

Another scaffolding strategy is for the teacher to model the appropriate thinking or working skills in the classroom. Such modeling helps children learn to operate in the school culture for developing student understanding and provides an actual example in language arts instruction in the classroom.

3. 1 Scaffolding Activities
A teacher utilizes scaffolding activities in the classroom to provide students an equal chance at learning by providing specialized instruction support where needed. Diverse student capabilities exist within the classroom. Scaffolding activities make concepts understandable and achievable for each student. The teacher works with and guides the student while learning the material until the student is confident and able to work independently.

1. Book Walk
This entails looking at the book's cover and browsing through the pages to view illustrations and the word format. The student forms predictions and assumptions in his head about the book's plot, setting and theme during this pre-reading strategy. Once he reads the book, he is able to find if his predictions were correct or not. This information aids in comprehending the material.

The students in this step asked to imagine what the reading material about in their own prediction in their head. The teacher observes them if they are correct or not based on the reading material.

2. Learning Stations
Use learning stations to provide the learner a chance to practice skills independently. Place the stations around the classroom. Use tri-fold boards to make the information easily accessible. One to three students rotate through the stations to work on activities, play games or read extra information related to class. The computer can serve as a station where students work on interactive materials. Stations scaffold learning by providing the opportunity for self discovery.

In this section teacher provides the material to the student. Teacher will also provide the tools that serve to stimulate students in finding information related to the learning material such as information on the board, use a dictionary, or a computer and electronics that can access other information. Students will train their ability to work on reading the text while teachers observe student’s work.

3. Graphic Organizers
Graphic organizers visually organize and segment information to make it more comprehensible. Graphic organizers are more effective to use during reading as a form of note taking. Vocabulary knowledge also increases when using organizers. There are many variations of graphic organizers suitable to use with any content area. The struggling learner may have difficulty focusing on ideas in the text. The organizer categorizes these ideas to make concepts easier to remember and study.

This concept is where students built their knowledge to comprehend the text quickly through building their vocabulary knowledge so that the text easier to understand. they would categorize the easy words into difficult words to understand.

4. Teacher Modeling
The teacher modeling the material provides the student with a clear example of concepts. This direct instruction time lets students ask questions and practice solutions with the teacher. The teacher is able to check for student understanding and vary the pace. Through modeling, the instructor shares her enthusiasm for the material and introduces "multi-sensory instruction. " This instruction may be tactile, kinesthetic, auditory or visual to support the students' various learning styles.

On teacher modeling, the teacher gives examples and clear concept of reading text then give questions to the students based on the material. This time direct instruction allows students to ask questions and exercise solutions with the teacher. Teacher can check students' understanding and varying speeds. Of observation, teachers can see whether students succeed in understanding the reading text or not.

Meanwhile, Applebee and Langer identify five (5) scaffolding learning steps are:
  1. Intentionally: Classifying complex parts to be controlled by students into specific sections and clearly and is the unified whole to achieve competency as a whole.
  2. Appropriateness: focuses on providing assistance to those aspects that students have not mastered the fullest.
  3. Structure: provide a model for students to learn from the model shown. The model can be given through the process of thinking, verbalized in words or through actions. Then, students were asked to explain what they have learned from the model.
  4. Collaboration: to collaborate and provide a response to the task at hand students.
  5. Internalization: establish ownership of the knowledge that students have mastered so well and become a part of him.
Of these measures, the core instructional scaffolding structure actually lies on the stage and degree of success of many applications will determine student understanding. In this study all the steps of scaffolding instruction strategy will be applied since they are interconnected each other.

3. 2 The Advantages of Scaffolding Instruction In The Classroom
Peters (2001) defined that Scaffolding is a teaching technique used to build connections for learners by establishing details surrounding a unit before it is actually taught. Scaffolding allows the teacher to build a bridge from the learners' current knowledge to the information being taught. Scaffolding is properly performed by a teacher by modeling a given task and slowly transferring the knowledge to the learner so he can firmly grasp the subject matter. 

1. Engaging the Learner
Through scaffolding, the learner is engaged in an active process of learning. The teacher builds on the knowledge the learner has of a particular topic. Scaffolding is like a research assignment in which the learner is made to find the solution to unanswered questions. This motivates the learner and gives him an urge to learn more. 

2. Minimizing Frustration
Scaffolding minimizes the learner's level of frustration. It can be used to "cool down" learners who are easily frustrated when learning with their peers. A learner's behavior can be monitored, and time can be taken to counsel her on the frustration she builds while learning with the others the same class.

This teaching strategy is used to establish a connection to students by establishing the details before the materials are taught. Especially in understanding the reading text is very necessary because Scaffolding allows teachers to build a bridge information of knowledge when students are taught. Teacher with modeling assignments are given to students in reading the text and gradually transfer the knowledge to the learners so that they can firmly grasp the subject matter. Learners are made to find solutions to unanswered questions independently in learning to comprehend reading text.

3. 3 The Disadvantages of Scaffolding Instruction In The Classroom
Scaffolding can be disadvantageous for teachers, because it necessitates giving up control to allow learners to learn at their own pace. It is also time-consuming; you might not have adequate time to complete your entire scaffolding lesson. On certain occasions, you may be forced to cut short the time allocated for each student in order to accommodate all learners. This can result in frustration, and the students' urge to learn can slowly fade.

1. Need for Training
In order to handle learners in scaffolding lessons, teachers need professional training. This teaching strategy requires the teacher to allow the students to make some mistakes in order to learn. Teachers not trained specifically in this method are unlikely to intentionally allow pupils to make mistakes in the process of learning.

Disadvantages the using of scaffolding is more striking the teachers in teaching reading comprehension to students because this strategy requires extra patience, control is controlled to observe student activity. Use of this strategy will also take much less time to understand the entire contents of the text. This can lead to boredom and teachers can make students do not interested in reading the text if the teacher does not have any spirit in teaching the reading. This scaffolding requires training for teachers.

4.Schemata
Scemata are defined as a data structure for representing the generic concept store in memory. Alwi (2003) convinces that schemata can also be viewed as packets of knowledge and schemata theory is a theory of how these packets are represented and how that represent facilities use the knowledge in particular ways. Schemata can be loosely defined as patterns which represent the way experience and knowledge are organized in the mind. The schema for concept like 'break', for instance, will have associated with it at least the following variables , or slots , (i.e., sub-components of the schema) , the thing broken, the method or instrumen for the action of breaking, and the notion of causing something to change into a different state (Rumelhart and Ortony 1977). The concept of background knowledge, chemata, or patterns stored in the mind, has attracted the attention of research in narrative comprehension, Ll reading, and, more recently, L2 reading comprehension. Today the claim that background knowledge is an essential determiner of reading comprehension is relatively well developed and generally agreed upon in the literature on Ll reading comprehension. Most present-day models of reading comprehension emphasize the significance of background knowledge or schemata in reading comprehension.

According to Brown (2001) the hallmark of schema theory, with regards to reading, is that a text does not by itself carry meaning. The reader brings information, knowledge, emotion, and culture – that is schemata, to the printed word. More information is contributed by the reader than by the print on the page. This would all seem to point to the fact that our understanding of a text depends on how much related schema we, as readers, possess while reading. Consequently, readers natives and non-natives, failure or confusion to make sense of a text is caused by their lack of appropriate schemata that can easily fit with the content of the text. This lack of appropriate schemata can be either formal or content-based. Brown (2001) defines these two as follows: content schemata includes what we know about people, the world, culture, and the universe, while formal schemata consists of our knowledge about discourse structure. More recently, there have been attempts to specify and represent schemata more precisely. This new effort originated with scholars interested in dealing with discourse understanding from the perspective of artificial intelligence. Among other things, to this group is owed the notion that schemata are structures of knowledge that contain further schemata embedded within them, and also that schemata contain variables, or slots, and notions, as illustrated with the schema for 'break' in the introduction. To further clarify the point that schemata contain notions. In order for the computer to answer this question, it is absolutely essential that when it activates the write schema, it finds connected to this schema the notion 'be the author or. In other words, the computer will only be able to answer the question when it is explicitly fed in this information. The concept of schema components will be further elaborated upon in the section on schemata and inferencing below. Before closing this section, it is worth mentioning the dichotomy content versus formal schemata. Carrell (1983b) has made a clear differentiation between these two types of schemata. Formal schemata relate to the knowledge that readers have of the ways different genres are rhetorically organized. Content schemata, on the other hand, relate to the knowledge readers have of the semantic content of texts. Within the domain of content schemata there is a growing body of literature about culturally-determined or culturally-bound schemata.

Research on the theory of schema had great impact on understanding reading comprehension in first and second language. It made clear the case that understanding the role of schema in the reading process provides insights into why students may fail to comprehend text material. Most, if not all, research in this area seem to agree that when students are familiar with the topic of the text they are reading (i.e., possess content schema), aware of the discourse level and structural make-up of the genre of the text (i.e., possess formal schema), and skillful in the decoding features needed to recognize words and recognize how they fit together in a sentence (i.e., possess language schema), they are in a better position to comprehend their assigned reading.

In other word, bakground knowledge or schemata plays an important role in reading comprehension that classified into content schemata and formal schemata. Content schemata refers to reader’s background or world knowledge, provides readers with a foundation, a basis for comparison. While formal schemata refers to organizational forms and rhetorical structure of written text. It can include knowledge of different text types or genres, language structures, vocabulary, grammar, level of formality. It covers discourse level items, linguistic or language to recognize the words and how they fir together in a sentence (Huang: 2009). In this study the writer limit the linguistic in reading comprehension on genre excercise and vocabulary excercise.

5. Conceptual Framework
Reading is believed to be the most fundamental skill that students should acquire through the process of schooling. Students who experience difficulty in reading is assumed to face difficulty to entire academic curriculum content. Therefore in order to get information, students are expected to be able to read the text comprehendly.

In reading comprehension, the students should have ability to understand what has been read. It is not easy to develop student’s reading comprehension. There are many problems constrain students to have this reading comprehension such as students’ s uninterested in reading text, have not enough vocabulary, and so on. Therefore teacher is suggested to use strategy which is hoped can minimize the difficulties of students to comprehend the text. Of various strategies, scaffolding instruction is one of some strategies selected to use. In scaffolding, the students will become the active learners because scaffolding can help to develop students’ reading comprehension in English classes. provide the support, assistance, make concepts understandable and achievable for each student and the confidence students need to read and to comprehend effectively. Scaffolding gives students a context, motivation, or foundation from which to understand the new information that will be introduced during the coming lesson. Students will eventually be able to demonstrate their reading comprehension independently.


REFERENCES
Attarzadeh, M. (2011). The effect of scaffolding on reading comprehension of various text. Modes on Iranian EFL learners with different proficiency levels. Social Sciences and Humanitie, v. 2.

Brown, H. D. (2000). Principles of language Learning and Teaching , 4 ed. San Francisco: Addison Wesley Longman.

Dole, J. A., Duffy, G. G., Roehler, L. R., & Pearson, P. D. (1991). Moving from the old to the new: Research on reading comprehension instruction. Review of Educational Research,61(2), 239-264.

Ellis, R. (1997). The empirical evaluation of language teaching material, ELT journal, 51(1), 36-42.

Huggins, G. A., & Edwards, R. (2002). Scaffolding to improve reading comprehension and write a scholarly research paper. International journal of humanities and social science,v.1. Winston: Winston-Salem State University.

Larkin, M. (2002). Using scaffolded instruction to optimize learning. Council for Exceptional Children

Nunan, D. (2003). Practical English Language Teaching. New York: The McGraw-Hill Companies.

Pearson, P. D., & Dole, J. A. (1987). Explicit comprehension instruction: A review of research and a new conceptualization of instruction. The Elementary School Journal, 88(2), 151-165.

Richard, C.J., & Rodgers, S.T. (2001). Aprroaches and methods in Language Teaching (second edition). Cambridge: Cambridge University Press.

Rivers, M. W. (1988). Interactive language teaching. New York: Cambridge University Press.
Read More

Makalah Peranan Filsafat Dalam Pelaksanaan Pendidikan Di Sekolah Dasar

Makalah Peranan Filsafat Dalam Pelaksanaan Pendidikan Di Sekolah Dasar
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat adalah wilayah pemikiran yang dapat mempengaruhi tingkat keberimanan seseorang. Karena itu, dapatlah dimengerti jika pada anggapan ini filsafat diletakkan sebagai wilayah yang haram disentuh dan dipelajari. Sebenarnya mempelajari filsafat tidaklah sulit yang dibayangkan sebagian orang. Sebab filsafat pada kenyatannya adalah urusan yang bertalian dengan hidup dan konteks manusia dalam melibatkan sejarahnya. Filsafat merupakan bagian dari hidup manusia sendiri. Pemikiran filosofis dilihat dari sudut ini adalah bentuk pemikiran reflektif yang melihat hidup dari sisi yang lebih dalam dan bermakna.

Pertanyaan tentang keadilan, hak asasi manusia, makna hidup dan hendak kemana manusia setelah mati merupakan medan pemikiran reflektif filosofis. Karena filsafat melihat segala sesuatu dari sudut yang mendalam, filsafat cendrung radikal, mempertanyakan segala sesuatu secara mendasar dan tidak mau melihat gejala yang nampak sebagai hal yang biasa-biasa saja.

Filsafat adalah seni bertanya, mengapa ini begini, kenapa tidak begitu. Pertanyaan demikian adalah spirit dan inti filsafat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para filsuf melahirkan jawaban-jawaban yang serius dan berimplikasi besar yang kemudian mempengaruhi cara pandang manusia dalam melihat dan mengerti kompleksitas kehidupan (Bambang, 2003: 5). Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.

Filsafat pendidikan adalah ilmu yang membahas teori, praktek, dan masalah-maslah pendidikan dari sudut pandangan filosofis. pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat pendidikan?
2. Apakah tujuan filsafat pendidikan?
3. Apakah peranan filsafat dalam melaksanakan program pendidikan di SD?
4. Bagaimanakah Penerapan filsafat pendidikan di sekolah dasar?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian filsafat dan filsafat pendidikan
2. Mengetahui tujuan filsafat pendidikan
3. Mengetahui peranan filsafat dalam melaksanakan program pendidikan di SD
4. Mengetahui penerapan filsafat pendidikan di sekolah dasar

D. Manfaat
Makalah ini digunakan sebagai bahan referensi untuk penulis maupun membaca.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat

Secara etimologis filsafat dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Yang terdiri dari kata philen = mencintai, philis = cinta dan sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Jadi kata majemuk “philosophia” berarti “daya upaya pemikiran dan renungan manusia untuk mencari kebenaran atau kebijaksanaan”.

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, philos artinya cinta dan sophia artinya kearifan,kebijakan atau kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijaksanaan .Dan dapat juga diartikan sebagai sikap atau pandangan seseorang yang memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.

Filsafat dalam bahasa arab yaitu “Falsafah” yang artinya cinta akan kebijaksanaan atau hikmah.filsafat adalah suatu ilmu yang mempersoalkan segala sesuatu yang ada dan mungkin ada dalam alam semesta ini secara universal(menyeluruh), sistematis(Teratur), radikal(mendalam) untuk menemukan kebenaran yang hakiki atau hakikat kebenarannya.

Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa filsafat berarti alam berpikir, dan berfilsafat adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir bisa disebut berfilsafat. Berpikir yang disebut berfilsafat adalah berpikir dengan isaf, yaitu berpikir dengan teliti dan menurut suatu aturan yang pasti. Harun Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental, dan pokok serta bertanggungjawab, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Fathurrahman Djamil, 1999: 2).

Jadi, filsafat adalah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan kalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara sistematis, fundamental, universal, integral, dan radikal untuk mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, kebenaran, dan kearifan).


B. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan cabang dari ilmu filsafat, yaitu sama halnya dengan filsafat hokum,fisaat politik, dan lain –lain.filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat untuk mempelajari atau memecahkan masalah-masalah pendidikan.Dengan kata lain filsafat pendidikan dapat didefinisikan sebagai ilmu yang membahas teori, praktek, dan masalah-maslah pendidikan dari sudut pandangan filosofis.ia membahas tentang manusia,misalnya tentang bagaimana peran pendidik, peserta didik, dan masyarakat dalam konteks tujuan pendidikan dan bagaimana upaya mencapai tujuan itu.masalah disiplin misalnya akan menyangkut pendidikan moral, dn untuk hal itu sudah tentu diperlukan peninjauan filosofis tentang manusia baik sebagai makhluk individu dan makhluk social.Demikian juga dalam menentukan kurikulum sekolah akan menyangkut tinjauan tentang ontologis, tentang nilai-nilai, tentang hakekat ilmu, tentang logika, serta asumsi tentang belajar dan mengajar.Aplikasi pandangan filsafat dalam pendidikan, terutama filsafat negara merupakan kemutlakan dalam kegiatan pendidikan.Karena itu flsafat pendidikan dapat dipandang sebagai aplikasi filsafat untuk mempelajari atau memecahkan masalah-masalah pendidikan.

C. Tujuan Filsafat Pendidikan
Tujuan filsafat pendidikan ialah memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara almiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah bertumbuh menuju tingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi almiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. Kedewasaan yang bagaimanakah yang diinginkan dicapai oleh manusia, apakah kedewasaan biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa, dan karsa), atau moral (tanggung jawab dan kesadaran normatif), atau kesemuanya. Persoalan ini adalah persoalan yang amat mendasar, yang berkaitan langsung dengan sisitem nilai dan standar normatis sebuah masyarakat.

Filasafat pendidikan sangat penting bagi pendidik, bila pendidik memandang formal substasialitas manusia itu bersifat biologis, dapat mempunyai fisi pendidikan yang naturalistis. Pendidik dalam lingkungan ini adalah Jeans Jacques Rouseuau yang menuliskan pandangan-pandangannya dalam bukunya yang berjudul emile. Dalam buku ini dituliskan bahwa latihan indra adalah praktek pendidikan yang amat penting artinya lain halnya bila anak didik dipandang sebagai makhluk spiritual. Landasan untuk menentukan ide dan tujuan pendidikan adalah pandangan keabadian dari ketuhanan. Anak didik dipandangn mempunyai kepribadian bukan sebagai entited mekanistis belaka.

D. Peranan Filsafat dalam penyelenggaraan perencanaan program pendidikan di Sekolah Dasar

Filsafat termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu.

Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.

Di samping itu merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.

Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih dalam zaman modern ini diakuisebagai sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak ada suatu fungsidan jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih daripadanya hanya pendidikan formal itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula proses pendidikan kembangankepribadian manusia. Proses pendidikan yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung sepanjang kehidupan manusia.

Meskipun pengaruh pendidikan informal ini tak terukur dalam perkembangan pribadi, tapi tetapdiakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang yang tak pernah mengalami pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun mereka tetap dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungi sosial yang sederhana.Alam dan lingkungan sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tatapi, yang paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan suasana pendidikaninformal yang relatif baik pula. Ini ternyata dari usaha pemerintah, pendidik dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu kehidupan yang sehat lahir dan batin. Sebab, krisisapapun yang terjadi di dalam masyarakt akan berpengaruh negatif bagi manusia, terutama anak-anak,genarasi muda.

Peranan filsafat pendidikan itu sendiri adalah memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik. Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu, Suatu ilmu baru muncul setelah terjadi pengkajian dalam filsafat. Filsafat merupakan tempat berpijak bagi kegiatan pembentukan ilmu itu. Karena itu filsafat dikatakan sebagai induk dari semua bidang ilmu. Bagi filsafat pendidikan berkepentingan untuk membangun Filsafat hidup agar bisa dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dan untuk selanjutnya, kehidupan sehari-hari tersebut selalu dalam keteraturan. Jadi untuk pendidikan, Filsafat memberikan sumbangan berupa kesadaran menyeluruh tentang asal-mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia.

Bagi guru dan pendidik pada umumnya, filsafat pendidikan itu sangat perlu karena tindakan-tindakannya mendidik dan mengajar akan selalu dipengaruhi oleh filsafat hidupnya dan oleh filsafat pendidikan yang dianutnya.filsafat pendidikan akan member arah kepada peerbuatannya mendidik dan mengajar.misal dalam menyusun kurikulum sekolah,guru harus jelas merumuskan tujuan kurikulum itu, dan untuk itu ia harus merujuk kepada filsafat pendidikannya.perlakuannya terhadap siswa merupakan releksi filsafatnya.Gaya mengajarnya juga akan dipengaruhi oleh filsafatnya yang dianutnya.seorang guru seharusnya memiliki filsafat hidup dan filsafat pendidikan yang jelas yang merupakan bagian dari kepribadiannya.oleh karena itu bagi seorang mahasiswa calon guru mempelajari ilmu filsafat dan ilmu filsafat pendidikan adalah perlu.bukan saja memperluas wawasannya mengenai pendidikan serta membantunya dalam memmahami siswa dan mengembangkannya gaya belajar yang tepat, tetapi juga dapat menyadarkannya mengenai makna dari berbagai aspek kehidupan manusia.dan yang lebih penting lagi bahwa sikap dan tindakanya yang mencerminkan filsfatnya akan berpengaruh kepada siswanya.disinilah peran yang sangat esensial dari seorang guru.

Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup.

Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang teleologis, bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan. Sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ketingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan misalnya: iklim, makanan, kesehatan, keamanan sesuai dengan kebutuhan manusia adanya aktifitas dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan jawaban manusia atas problema itu. Karena manusia berkesimpulan, dan yakin bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia sebaga aktualitas, maka pendidikan itu diselenggarakan. Timbulnya problem dan pikiran pemecahan itu adalah bidang pemikiran filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan perkataan lain ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi pembinaan manusia, telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan.

Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.

Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru Sekolah Dasar baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.

Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru Sekolah Dasar dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan.

E. Penerapan Filsafat Pendidikan di Sekolah Dasar
Sesuai yang tercantum dalam UU RI No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Usaha disini berarti kegiatan atau perbuatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud. Sadar adalah insyaf, yakin, tahu, dan mengerti. Sedangkan terencana adalah menyusun sistem dengan landasan tertentu untuk kemudian dilaksanakan. Perencanaan pendidikan secara sengaja dan sungguh-sungguh ini tentunya dilakukan oleh insan pendidikan yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyeluruh terhadap keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah dasar. Dan penerapan filsafat pendidikan di dalamnya merupakan faktor yang ikut menentukan dan membantu para pelaku pendidikan tersebut.

Filsafat sebagai teori umum pendidikan dapat diterapkan dalam penentuan kurikulum, metode, tujuan, serta kedudukan dan peran guru atau pendidik juga anak didiknya. Adanya berbagai aliran dalam filsafat pendidikan juga menyebabkan berbeda-bedanya kurikulum, metode, tujuan, serta kedudukan guru dan siswa tersebut dalam struktur pendidikan. Semuanya tergantung pada mazhab apa yang diterapkan atau dianut oleh para pelakunya. Hanya saja, dalam hal ini mereka dituntut untuk memiliki kurikulum yang relevan dengan pendidikan ideal, juga disesuaikan dengan perkembangan jaman dan menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Metode pendidikan juga harus mengandung nilai-nilai instrinsik dan ekstrinsik yang sejalan dengan mata pelajaran dan secara fungsional dapat direalisasikan dalam kehidupan. Selain itu, tujuan pendidikan tidak hanya terpaku pada salah satu pihak semata, melainkan untuk seluruh pihak yang terlibat dalam pendidikan. Kedudukan guru dan siswa harus benar-benar dimengerti oleh keduanya sehingga dapat menjalankan peranannya masing-masing dengan baik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

filsafat pendidikan dapat didefinisikan sebagai ilmu yang membahas teori, praktek, dan masalah-maslah pendidikan dari sudut pandangan filosofis.ia membahas tentang manusia,misalnya tentang bagaimana peran pendidik, peserta didik, dan masyarakat dalam konteks tujuan pendidikan dan bagaimana upaya mencapai tujuan itu.

Peranan filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.

B. Saran
Guru penting mempelajari Filsafat Pendidikan karena Filsafat Pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru.
Read More

Makalah Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Makalah Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perubahan skala kecepatan dan kedalaman industri yang terjadi pada setiap sektor industri telah menghadapkan tingginya tingkat resiko yang terkandung dimana akibat kecelakaan yang ditimbulkan juga akan semakin besar. Kecelakaan yang merupakan suatu proses gagal berfungsinya sistem pengendalian unsur-unsur kecelakaan dapat menimbulkan berbagai bentuk kerugian, yang tidak hanya menimpa tenaga kerja akan tetapi juga dapat mempengaruhi kelangsungan kegiatan industri dan kerusakan lingkungan serta bentuk kerugian lainnya. Kondisi ini telah memberikan tekanan kepada para pelaku usaha yang memaksa agar para Petugas K3 (Safety Officer / Safety Engineer) mampu bersungguh-sungguh untuk melakukan upaya Pencegahan Kecelakaan (Accident Prevention)

Keberhasilan upaya Pencegahan Kecelakaan menuntut adanya jaminan keterlibatan dari segenap unsur pimpinan dan seluruh tenaga kerja yang terintegrasi dalam suatu kesatuan sistem yang terstruktur dan terukur berdasarkan tanggung jawab yang dimiliki. Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan adanya Petugas K3 (Safety Officer / Safety Engineer) yang kompeten didalam melaksanakan tugasnya di bidang K3 guna membantu perusahaan dalam menjamin pengelolaam penerapan dan pelaksanaan syarat-syarat K3 sebagaimana tertuang dalam Prinsip Dasar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas adalah sebagai berikut:
· Apa yang dimaksud dengan SMK3?
· Bagaimana penerapan SMK3 di perusahaan?

C. TUJUAN
Adapun tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
· Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan SMK3.
· Untuk mengetahui bagaimana penerapan SMK3 di perusahaan.

BAB II
SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. PENGERTIAN SMK3

Dunia usaha saat ini mulai disibukkan dengan adanya sejumlah persyaratan dalam perdagangan global, yang tentu akan menambah beban bagi industri. Persyaratan tersebut adalah kewajiban melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sesuai dengan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 87. Persyaratan ini sebenarnya sebuah kewajiban biasa, bukan beban yang harus ditanggung setiap perusahaan. Kewajiban karena seharusnya sudah diperhitungkan sebagai investasi perusahaan. Dianggap sebagai beban karena belum seluruh perusahaan melakukannya.

Kemajuan teknologi kian berkembang pesat, namun di sisi lain turut menjadi penyebab masalah pada keselamatan dan kesehatan kerja. Masalah ini harus sesegera mungkin diatasi, karena cepat atau lambat dapat menurunkan kinerja dan produktivitas suatu perusahaan baik pada sumber daya maupun elemen lainnya. Oleh karena itu sangat penting bagi suatu perusahaan untuk menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05./1996.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sedangkan, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

SMK3 adalah standar yang diadopsi dari standar Australia AS4801 ini serupa dengan Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001, standar ini dibuat oleh beberapa lembaga sertifikasi dan lembaga standarisasi kelas dunia. SMK3 merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan dan persyaratan yang ada dan berlaku yang berhubungan dengan jaminan keselamatan kerja dan kesehatan kerja. SMK3 merupakan sebuah sistem yang dapat diukur dan dinilai sehingga kesesuaian terhadapnya menjadi obyektif.

Berikut ini beberapa konsep dasar dan prinsip-prinsip SMK3, adalah sebagi berikut:

1. Komitmen dan Kebijakan
Organisasi harus membuat sebuah Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan memastikan komitmennya dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Planning
Organisasi merumuskan sebuah perencanaan/sasaran dan program untuk mendukung Kebijakan K3 nya.

3. Implementation
Untuk implementasi yang efektif, organisasi melakukan pengembangan kemampuan dan mendukung segala kebutuhan mekanisnya untuk mencapai Kebijakan K3 dan Sasaran dan Program K3 organisasi.

4. Checking
Organisasi akan selalu melakukan pengecekan, memonitor dan mengevaluasi kinerja K3 organisasi.

5. Review dan Continual Improvement
Organisasi melakukan peninjauan dan melakukan peningkatan yang berkelanjutan terhadap Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja nya.

B. LANDASAN HUKUM SMK3
Undang-undang No.13 Tahun 2003: UU tentang Ketenaga Kerjaan, dalam Pasal 87 ayat 1 mengamanatkan bahwa: Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.

1. Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai penerapan dan pelaksanaan syarat-syarat K3

2. Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012, tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan bahwa: Setiap Perusahaan wajib menerapkan SMK3 bagi Perusahaan:

· Mempekerjakan pekerja / buruh paling sedikit 100 (seratus) orang, atau

· Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi

3. Permenaker No.5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) organisasi dapat mengelola Kesematan dan Kesehatan Kerja dengan mengontrol setiap kegiatan bisnis organisasi. Sebuah sistem yang praktis dan masuk kedalam struktur organisasi, aktifitas perencanaan, tugas dan tanggung jawab, proses dan sumber daya yang dikembangkan, penerapan, pencapaian, peninjauan dan pemeliharaan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja organisasi.

C. TUJUAN PENERAPAN SMK3
1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.

D. MANFAAT PENERAPAN SMK3
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, beberapa diantaranya adalah:

1. Melindungi Pekerja

Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk melindungi pekerja dari segala bentuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Bagaimanapun pekerja adalah asset perusahaan yang paling penting. Dengan menerapkan K3 angka kecelakaan dapat dikurangi atau ditiadakan sama sekali, hal ini juga akan menguntungkan bagi perusahaan, karena pekerja yang merasa aman dari ancaman kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan bekerja lebih bersemangat dan produktif.

2. Patuh Terhadap Peraturan dan Undang-Undang
Perusahaan-perusahaan yang mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku pada umumnya terlihat lebih sehat dan exist. Karena bagaimanapun peraturan atau perundang-undangan yang dibuat bertujuan untuk kebaikan semua pihak. Dengan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku maka perusahaan akan lebih tertib dan hal ini dapat meningkatkan citra baik perusahaan itu sendiri. Berapa banyak perusahaan yang melakukan pembangkangan terhadap peraturan yang berlaku mengalami kebangkrutan atau kerugian karena mengalami banyak permasalahan baik dengan karyawan, pemerintah dan lingkungan setempat.

3. Meningkatkan Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan
Penerapan SMK3 secara baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Betapa banyak pelanggan yang mensyaratkan para pemasok atau supplier mereka untuk menerapkan SMK3 atau OHSAS 18001. Karena penerapan SMK3 akan dapat menjamin proses yang aman, tertib dan bersih sehingga bisa meningkatkan kualitas dan mengurangi produk cacat. Para pekerja akan bekerja secara lebih baik, karena mereka terlindungi dengan baik sehingga bisa lebih produktif. Kecelakaan dapat dihindari sehingga bisa menjamin perusahaan beroperasi secara penuh dan normal untuk menjamin kontinuitas supplai kepada pelanggan. Tidak jarang pelanggan melakukan audit K3 kepada para pemasok mereka untuk memastikan bahwa pekerja terlindungi dengan baik dan proses produksi dilakukan secara aman. Tujuan mereka tidak lain adalah untuk memastikan bahwa mereka sedang berbisnis dengan perusahaan yang bisa menjamin kontinuitas supplai bahan baku mereka. Disamping itu dengan memiliki sertifikat SMK3 atau OHSAS 18001 akan dapat meningkatkan citra perusahaan sehingga pelanggan semakin percaya terhadap perusahaan tersebut.

4. Membuat Sistem Manajemen yang Efektif
Dengan menerapkan SMK3 atau OHSAS 18001 maka sistem manajemen keselamatan akan tertata dengan baik dan efektif. Karena didalam SMK3 ataupun OHSAS 18001 dipersyaratkan adanya prosedur yang terdokumentasi, sehingga segala aktifitas dan kegiatan yang dilakukan akan terorganisir, terarah, berada dalam koridor yang teratur dan dilakukan secara konsisten. Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan sistem disimpan untuk memudahkan pembuktian identifikasi akar masalah ketidaksesuaian. Sehingga analysis atau identifikasi ketidaksesuaian tidak berlarut-larut dan melebar menjadi tidak terarah, yang pada akhirnya memberikan rekomendasi yang tidak tepat atau tidak menyelesaikan masalah. Dalam sistem ini juga dipersyaratkan untuk dilakukan perencanaan, pengendalian, tinjau ulang, umpan balik, perbaikan dan pencegahan. Semua itu merupakan bentuk sistem manajemen yang efektif. Sistem ini juga meminta komitmen manajemen dan partisipasi dari semua karyawan, sehingga totalitas keterlibatan line manajemen dengan pekerja sangat dituntut dalam menjalankan semua program yang berkaitan dengan K3. Keterlibatan secara totalitas ini akan memberikan lebih banyak peluang untuk melakukan peningkatan atau perbaikkan yang lebih efektif bagi perusahaan.

Itulah beberapa manfaat dari sekian manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan SMK3. Semua manfaat penerapan SMK3 akan kembali kepada perusahaan. Namun seringkali manfaat tersebut tidak pernah diukur secara kuantitatif sehingga tidak terlihat benefit yang diperoleh dari penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja tersebut. Sistem pelaporan SMK3 yang banyak dilakukan adalah dalam bentuk pengukuran pencegahan kegagalan dan bukan dalam bentuk pencapaian kesuksesan atau keberhasilan. Sehingga manajemen hanya melihat K3 sebagai sistem support yang masih menjadi cost center dan belum bisa berkontribusi kepada profit perusahaan.

Adapun manfaat lain SMK3 bagi organisasi adalah memberikan beberapa keuntungan, diantaranya:
  1. Tujuan inti penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah memberikan perlindungan kepada pekerja. Bagaimanapun pekerja adalah aset Perusahaan yang harus dipelihara dan dijaga keselamatannya
  2. Pengaruh positif terbesar yang dapat diraih adalah mengurangi angka kecelakaan kerja
  3. Dalam menerapkan sistem ini, kita dapat mencegah terjadinya kecelakaan, kerusakan atau sakit akibat kerja. Dengan demikian kita tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan akibat kejadian tersebut. Salah satu biaya yang dapat dikurangi dengan penerapan SMK3 adalah biaya premi asuransi dan biaya kehilangan jam kerja
  4. Meningkatkan kesadaran akan bahaya dan resiko dengan pemenuhan persyaratan
  5. Memenuhi kewajiban undang-undang dengan menunjukkan kesungguhan dalam mengelola resiko
  6. Memiliki image perusahaan yang baik dimata pemerintah, pelanggan, karyawan dan masyarakat umumnya[3]
E. KEWAJIBAN PENERAPAN SMK3
  1. Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
  2. Perusahaan yang mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. (Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan).
  3. Penerapan SMK3 memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan serta konvensi atau standar internasional.
F. PENERAPAN SMK3 DI PERUSAHAAN
1. Penetapan kebijakan K3;
Pengusaha dalam menyusun kebijakan K3 paling sedikit harus:
a. melakukan tinjauan awal kondisi K3, meliputi:
· identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
· perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik;
· peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
· kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan; dan
· penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.

b. memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus; dan
c. memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
Muatan Kebijakan K3 paling sedikit memuat visi; tujuan perusahaan; komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.

2. Perencanaan K3
Yang harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana K3:
· hasil penelaahan awal;
· identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
· peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya; dan
· sumber daya yang dimiliki.

3. Pelaksanaan rencana K3;
Dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya manusia di bidang K3, sarana, dan prasarana
a. Sumber daya manusia harus memiliki:
· kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat; dan
· kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukkan dari instansi yang berwenang.
b. Prasarana dan sarana paling sedikit terdiri dari:
· organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3;
· anggaran yang memadai;
sedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian; dan
· instruksi kerja.
c. Dalam melaksanakan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam pemenuhan persyaratan K3.Kegiatan tersebut adalah :
1) Tindakan pengendalian
2) perancangan (design) dan rekayasa;
3) prosedur dan instruksi kerja;
4) penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan;
5) pembelian/pengadaan barang dan jasa;
6) produk akhir;
7) upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri; dan
8) rencana dan pemulihan keadaan darurat

d. Kegiatan 1 – 6 dilaksanakan berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.
e. Kegiatan 7 dan 8 dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi dan analisa kecelakaan
f. Agar seluruh kegiatan tersebut bisa berjalan, maka harus:
· Menunjuk SDM yang kompeten dan berwenang dibidang K3
· Melibatkan seluruh pekerka/buruh
· Membuat petunjuk K3
· Membuat prosedur informasi
· Membuat prosedur pelaporan
· Mendokumentasikan seluruh kegiatan

g. Pelaksanaan kegiatan diintegrasikan dengan kegiatan manajemen perusahaan
 
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3;

a. Melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten

b. Dalam hal perusahaan tidak mempunyai SDM dapat menggunakan pihak lain

c. Hasil pemantauan dilaporkan kepada pengusaha

d. Hasil tersebut digunakan untuk untuk melakukan tindakan pengendalian

e. Pelaksanaan pemantauan & Evaluasi dilakukan berdasarkan peraturan Perundang-undangan.

5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

a. Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, dilakukan peninjauan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

b. Hasil peninjauan digunakan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja

c. Perbaikan dan peningkatan kinerja dilaksanakan dalam hal :

· terjadi perubahan peraturan perundang-undangan;

· adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;

· adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan;

· terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan;

· adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi;

· adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja;

· adanya pelaporan; dan/atau

· adanya masukan dari pekerja/buruh.



G. TAHAP PERSIAPAN SMK3

Dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar SMK3 tersebut menjadi efeketif, karena SMK3 mempunyai elemen-elemen atau persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dibangun didalam suatu organisasi atau perusahaan. Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau ulang dan ditingkatkan secara terus menerus didalam pelaksanaanya untuk menjamin bahwa system itu dapat berperan dan berfungsi dengan baik serat berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan. Untuk lebih memudahkan penerapan standar Sistem Manajemen K3, berikut ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan dan langkah-langkahnya. Tahapan dan langkah-langkah tersebut menjadi dua bagian besar.

Merupakan tahapan atau langkah awal yang harus dilakukan suatu organisasi/perusahaan.Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah personel,mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan kebutuahn sumber daya yang diperlukan,adapun tahap persiapan ini,antara lain:

1. Komitmen manajemen puncak.

2. Menentukan ruang lingkup

3. Menetapkan cara penerapan

4. Membentuk kelompok penerapan

5. Menetapkan sumber daya yang diperlukan



H. TAHAP PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN SMK3

Dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh organisasi/perusahaan dengan melibatkan banyak personel, mulai dari menyelenggarakan penyuluhan dan melaksakan sendiri kegiatan audit internal serta tindakan perbaikannya sampai melakukan sertifikasi.

Langkah 1. Menyatakan Komitmen

Pernyataan komitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapan sebuah Sistem Manajemen K3 dalam organisasi/perusahaan harus dilakukan oleh manajemen puncak. Persiapan Sistem

Manajemen K3 tidak akan berjalan tanpa adanya komintmen terhadap system manajemen tersebut. Manajemen harus benar-benar menyadari bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan penerapan Sistem K3.

Komitmen manajemen puncak harus dinyatakan bukan hanya dalam kata-kata tetapi juga harus dengan tindakan nyata agar dapat diketahui,dipelajari,dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan karyawan perusahaan. Seluruh karyawan dan staf harus mengetahui bahwa tanggung jawab dalam penerapan Sistem Manajemen K3 bukan urusan bagian K3 saja. Tetapi mulai dari manajemen puncak sampai karyawan terendah. Karena itu ada baiknya manajemen membuat cara untuk mengkomunikasikan komitmennya ke seluruh jajaran dalam perusahaannya. Untuk itu perlu dicari waktu yang tepat guna menyampaikan komitmen manajemen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.

Langkah 2. Menetapkan Cara Penerapan

Dalam menerapkan SMK3, perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Konsultan yang baik tentu memiliki pengalaman yang banyak dan bervariasi sehingga dapat menjadi agen pengalihan pengentahuan secara efektif, sehingga dapat memberikan rekomendasi yang tepat dalam proses penerapan Sistem Manajemen K3.

2. Konsultan yang independen kemungkinan konsultan tersebut secara bebas dapat memberikan umpan balik kepada manajemen secara objektif tanpa terpengaruh oleh persaingan antar kelompok didalam organisasi/perusahaan.

3. Konsultan jelas memiliki waktu yang cukup. Berbeda dengan tenaga perusahaan yang meskipun mempunyai keahlian dalam Sistem Manajemen K3 namun karena desakan tugas-tugas yang lain di perusahaan,akibatnya tidak punya cukup waktu.

Sebenarnya perusahaan/organisasi dapat menerapkan Sistem Manajemen K3 tanpa menggunakan jasa konsultan,jika organisasi yang bersangkutan memiliki personel yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang. Selain itu organisasi tentunya sudah memahami dan berpengalaman dalam menerapkan standar Sistem Manajemen K3 ini dan mempunyai waktu yang cukup.

Beberapa hal yang perlu di perhatikan untuk menggunakan jasa konsultan:

1. Pastikan bahwa konsultan yang dipilih adalah konsultan yang betul-betul berkompeten di bidang standar Sistem manajemen K3,bukan konsultan dokumen manajemen K3 biasa yang lebih memusatkan dirinya pada pembuatan dokumen saja.

2. Teliti mengenai reputasi dari konsultan tersebut. Apakah mereka selalu menepati janji yang mereka berikan,mampu bekerja sama,dan yang tidak kalah penting adalah motivasi tim perusahaan. Kita dapat meminta informasi secara identitas klien mereka.

3. Pastikan lebih dulu siapa yang akan diterjunkan sebagai konsultan dalam proyek ini. Hal ini penting sekali karena merekalah yang akan berkunjung ke perusahaan dan akan menentukan keberhasilan,jadi bukan nama besar dari perusahaan konsultan tersebut. Mintalah waktu untuk bertemu dengan calon konsultan yang mereka ajukan dan perusahaan boleh bebas menilainya.Pertimbangan apakah tim perusahaan mau menerima dan dapat bekerjasama dengannya.

4. Teliti apakah konsultan tersebut telah berpengalaman membantu perusahaan sejenisnya sampai mendapat sertifikat. Meskipun hal ini bukan menjadi patokan mutlak akan tetapi pengalaman menangani usaha sejenis akan lebih baik dan mempermudah konsultan dalam memahami proses organisasi perusahaan tersebut.

5. Pastikan waktu dari konsultan terkait dengan kesibukannya menagani klien yang lain. Biasanya konsultan tidak akan berkunjung setiap hari melainkan 3-4 hari selama sebulan. Makan pastikan jumlah hari berkunjung konsultan tersebut sebelum memulai kontrak kerja sama.

Langkah 3. Membentuk Kelompok Kerja Penerapan

Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja. Biasanya manajer unit kerja,hal ini penting karena merekalah yang tentunya paling bertanggung jawab terhadap unit kerja yang bersangkutan.

1. Peran anggota kelompok.

Dalam proses penerapan ini maka peranan anggota kelompok kerja adalah:

· Menjadi agen perubahan sekaligus fasilisator dalam unit kerjanya. Merekalah yang pertama-tama menerapkan Sistem Manajemen K3 ini di unit-unit kerjanya termasuk merobah cara dan kebiasaan lama yang tidak menunjang penerapan sistem ini. Selain itu mereka juga akan melatih dan menjelaskan tentang standar ini termasuk mnafaat dan konsekuensinya.

· Menjaga konsistensi dari penerapan Sistem Manajemen K3,baik melalui tinjauan sehari-hari maupun berkala.

· Menjadi penghubung antara manajemen dan unti kerjanya.

2. Tanggung jawab dan tugas anggota kelompok kerja.

Tanggung jawab dan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh anggota kelompok kerja adalah:

· Mengikuti pelatihan lengkap dengan standar Sistem Manajemen K3.

· Melatih staf dalam unit kerjanya sesuai kebutuhan.

· Melakukan latihan terhadap sistem yang berlangsung dibandingkan dengan sistem standar Sistem Manajemen K3.

· Melakukan tinjauan terhadap sistem yang berlangsung dibandingkan dengan sistem standar Sistem Manajemen K3.

· Membuat bagan alir yang menjelaskan tentang keterlibatan unit kerjanya dengan elemen yang ada dalam standar Sistem Manajemen K3.

· Bertanggung jawab untuk mengembangkan system sesuai dengan elemen yang terkait dalam unit kerjanya. Sebagai contoh,anggota kelompok kerja wakil dari divisi suber daya manusia bertanggung jawab untuk pelatihan dan seterusnya.

· Melakukan apa yang telah ditulis dalam dokumen baik diunit kerjanya sendiri maupun perusahaan.

· Ikut serta sebagai anggota tim audit internal.

· Bertanggung jawab untuk mempromosikan standar Sistem Manajemen K3 secara menerus baik di unit kerjanya sendiri maupun di unit kerja lain secara konsisten serta bersama-sama memelihara penerapan sistemnya.

3. Kualifikasi anggota kelompok kerja.

Dalam menunjukan anggota kelompok kerja sebenarnya tidak ada ketentuan kualifikasi yang baku. Namun demikian untuk memudahkan dalam pemilihan anggota kelompok kerja, manajemen mempertimbangkan personel yang:

· Memiliki taraf kecerdasan yang cukup sehingga mampu berfikir secara konseptual dan berimajinasi.

· Rajin dan bekerja keras.

· Senang belajar termaksud suka membaca buku-buku tentang standar Sistem Manajemen K3.

· Mampu membuat bagan alir dan menulis.

· Disiplin dan tepat waktu.

· Berpengalaman kerja cukup didalam unit kerjanya sehingga menguasai dari segi operasional.

· Mampu berkomunikasi dengan efektif dalam presentasi dan pelatihan.

· Mempunyai waktu cukup dalam membantu melaksakan proyek penerapan standar Sistem Manajemen K3 di luar tugas-tugas utamanya.

4. Jumlah anggota kelompok kerja.

Mengenai jumlah anggota kelompok kerja dapat bervariasi tergantung dari besar kecilnya lingkup penerapan biasanya jumlah penerapan anggota kelompok kerja sekitar delapan orang. Yang pasti jumlah anggota kelompok kerja ini harus dapat mencakup semua elemen sebagaimana disyaratkan dalam Sistem Manajemen K3. Pada dasarnya setiap anggota kelompok kerja dapat merangkap dalam working group,dan working group itu sendiri dapat saja hanya sendiri dari satu atau dua orang. Kelompok kerja akan diketuai dan dikoordinir oleh seorang ketua kelompok kerja,biasanya dirangkap oleh manajemen representatif yang ditunjuk oleh manajemen puncak.

Di samping itu untuk mengawal dan mengarahkan kelompok kerja maka sebaiknya dibentuk panitia pengarah (Steering Committee),yang biasanya terdari dari para anggota manajemen. Adapun tugas panitia ini adalah memberikan arahan, menetapkan kebijakan, sasaran dan lain-lain yang menyangkut kepentingan organisasi secara keseluruhan. Dalam proses penerapan ini maka kelompok kerja penerapan akan bertanggung jawab dan melaporkan Panitia Pengarah.

5. Kelompok kerja penunjang.

Jika diperlukan, perusahaan yang berskala besar ada yang membentuk kelompok kerja penunjang dengan tugas membantu kelancaran kerja kelompok kerja penerapan,khususnya untuk pekerjaan yang bersifat teknis administrative. Misalnya mengumpulkan catatan-catatan K3 dan fungsi administrative yang lain seperti pengetikan,penggandaan dan lain-lain.

Langkah 4. Menetapkan Sumber Daya yang Diperlukan

Sumber daya disini mencakup orang/personel,perlengkapan,waktu dan dana. Orang yang dimaksud adalah beberapa orang yang diangkat secara resmi diluar tugas-tugas pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan. Perlengkapan adalah perlunya mempersiapkan kemungkinan ruangan tambahan untuk menyimpan dokumen atau komputer tambahan untuk mengolah dan menyimpan data. Tidak kalah pentingnya adalah waktu. Waktu yang diperlukan tidaklah sedikit terutama bagi orang yang terlibat dalam penerapan,mulai mengikuti rapat, pelatihan,mempelajari bahan-bahan pustaka,menulis dokumen mutu sampai menghadapi kegiatan audit assessment. Penerapan Sistem Manajemen K3 bukan sekedar kegiatan yang dapat berlangsung dalam satu atau dua bulan saja. Untuk itu selama kurang lebih satu tahun perusahaan harus siap menghadapi gangguan arus kas karena waktu yang seharusnya dikonsentrasikan untuk memproduksikan atau beroperasi banyak terserap ke proses penerapan ini. Keadaan seperti ini sebetulnya dapat dihindari dengan perencanaan dan pengelolaan yang baik. Sementara dana yang di perlukan adalah dengan membayar konsultan (bila menggunakan konsultan), lembaga sertifikasi,dan biaya untuk pelatihan karyawan diluar perusahaan.

Disamping itu juga perlu dilihat apakah dalam penerapan Sistem Manajemen K3 ini perusahaan harus menyediakan peralatan khusus yang selama ini belum dimiliki. Sebagai contoh adalah:apabila perusahaan memiliki kompresor dengan kebisingan diatas rata-rata, karena sesuai dengan persyaratan Sistem Manajemen K3 yang mengharuskan adanya pengendalian resiko dan bahaya yang ditimbulkan, perusahaan tentu harus menyediakan peralatan yang dapat menghilangkan/mengurangi tingkat kebisingan tersebut. Alat pengukur tingkat kebisingan juga harus disediakan,dan alat ini harus dikalibrasi. Oleh karena itu besarnya dana yang dikeluarkan untuk peralatan ini tergantung pada masing-masing perusahaan.

Langkah 5. Kegiatan Penyuluhan

Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah kegiatan dari dan untuk kebutuhan personel perusahaan. Oleh karena itu harus dibangun rasa adanya keikutsertaan dari seluruh karyawan dalam perusahan memlalui program penyuluhan.

Kegiatan ini harus diarahkan untuk mencapai tujuan,antara lain:

· Menyamakan persepsi dan motivasi terhadap pentingnya penerapan Sistem Manajemen K3 bagi kinerja perusahaan.

· Membangun komitmen menyeluruh mulai dari direksi,manajer,staf dan seluruh jajaran dalam perusahaan untuk bekerja sama dalam menerapkan standar system ini.

Kegiatan penyuluhan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan pernyataan komitmen manajemen, melalui ceramah, surat edaran atau pembagian buku-buku yang terkait dengan Sistem Manajemen K3.

1. Pernyataan Komitmen Manajemen.

Dalam kegiatan ini, manajemen mengumpulkan seluruh karyawan dalam acara khusus. Kemudian manajemen menyampaikan sambutan yang isinya, antara lain:

· Pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi kelangsungan dan kemajuan perusahaan.

· Bahwa Sistem Manajemen K3 sudah banyak diterapkan di berbagai Negara dan sudah menjadi kewajiban perusahaan-perusahaan di Indonesia.

· Bahwa manajemen telah memutuskan serta mengharapkan keikutsertaan dan komitmen setiap orang dalam perusahaan sesuai tugas dan jabatan masing-masing.

· Bahwa manajemen akan segera membentuk tim kerja yang dipilih dari setiap bidang didalam perusahaan.

Perlu juga dijelaskan oleh manajemen puncak tentang batas waktu kapan sertifikasi sistem manajemen K3 harus diraih, misalnya pada waktu ulang tahun perusahaan yang akan datang.Tentu saja pernyataan seperti ini harus memperhitungkan kensekuensi bahwa sertifikasi diharapkan dapat diperoleh dalam batas waktu tersebut. Hal ini penting karena menyangkut kredibilitas manajemen dan waktu kelompok kerja.

2. Pelatihan awareness Sistem Manajemen K3.

Pelatihan singkat mengenai apa itu Sitem Manajemen K3 perlu dilakukan guna memberikan dan menyamakan persepsi dan menghindarkan kesimpang siuran informasi yang dapat memberikan kesan keliru dan menyesatkan. Peserta pelatihan adalah seluruh karyawan yang dikumpulkan di suatu tempat dan kemudian pembicara diundang untuk menjelaskan Sistem Manajemen K3 secara ringkas dan dalam bahasa yang sederhana, sehingga mampu menggugah semangat karyawan untuk menerapkan standar Sistem Manajemen K3. Kegiatan awareness ini bila mungkin dapat dilakukan secara bersamaan untuk seluruh karyawan dan disampaikan secara singkat dan tidak terlalu lama.

Dalam awareness ini dapat disampaikan materi tentang :

· Latar belakang dan jenis Sistem Manajemen K3 yang sesuai dengan organisasi.

· Alasan mengapa standar Sistem Manajemen K3 ini penting bagi perusahaan dan manfaatnya.

· Perihal elemen,dokumentasi dan sertifikasi secara singkat.

· Bagaimana penerapannya dan peran setiap orang dalam penerapan tersebut.

· Diadakan tanya jawab.

3. Membagikan bahan bacaan.

Jika pelatihan awareness hanya dilakukan sekali saja,namun bahan bacaan berupa buku atau selebaran dapat dibaca karyawan secara berulang-ulang. Untuk itu perlu dicari buku-buku yang baik dalam arti ringkas sebagai tambahan dan bersifat memberikan pemahaman yang terarah, sehingga setiap karyawan senang untuk membacanya.

Apabila memungkinkan buatlah selebaran atau bulletin yang bisa diedarkan berkala selama masa penerapan berlangsung. Lebih baik lagi jika selebaran tersebut ditujukan kepada perorangan dengan menulis nama mereka satu per satu agar setiap orang merasa dirinya dianggap berperan dalam kegiatan ini. Dengan semakin banyak informasi yang diberikan kepada karyawan tentunya itu lebih baik biasanya masalah akan muncul karena kurangnya informasi. Informasi ini penting sekali karena pada saat melakukan assessment,auditor tidak hanya bertanya pada manajemen saja,tetapi juga kepada semua orang. Untuk sebaiknya setiap orang benar-benar paham dan tahu hubungan standar Sistem Manajemen K3 ini dengan pekerjaan sehari-hari.

Langkah 6. Peninjauan Sistem

Kelompok kerja penerapan yang telah dibentuk kemudian mulai bekerja untuk meninjau sistem yang sedang berlangsung dan kemudian dibandingkan dengan persyaratan yang ada dalam Sistem Manajemen K3. Peninjauan ini dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan meninjau dokumen prosedur dan meninjau pelaksanaan.

1) Apakah perusahaan sudah mengikuti dan melaksanakan secara konsisten prosedur atau instruksi kerja dari OHSAS 18001 atau Permenaker 05/men/1996.

2) Perusahaan belum memiliki dokumen, tetapi sudah menerapkan sebagian atau seluruh persyaratan dalam standar Sistem Manajemen K3.

3) Perusahaan belum memiliki dokumen dan belum menerapkan persyaratan standar Sistem Manajemen K3 yang dipilih.

Langkah 7. Penyusunan Jadwal Kegiatan

Setelah melakukan peninjauan sistem maka kelompok kerja dapat menyusun suatu jadwal kegiatan. Jadwal kegiatan dapat disusun dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Ruang lingkup pekerjaan. Dari hasil tinjauan sistem akan menunjukan beberapa banyak yang harus disiapkan dan berapa lama setiap prosedur itu akan diperiksa, disempurnakan, disetujui dan diaudit. Semakin panjang daftar prosedur yang harus disiapkan,semakin lama waktu penerapan yang diperlukan.

b. Kemampuan wakil manajemen dan kelompok kerja penerapan. Kemampuan disini dalam hal membagi dan menyediakan waktu. Seperti diketahui bahwa tugas penerapan bukanlah satu-satunya pekerjaan para anggota kelompok kerja dan manajemen representative. Mereka masih mempunyai tugas dan tanggung jawab lain diluar penerapan standar Sistem Manajemen K3 yang kadang-kadang juga sama pentingya dengan penerapan standar ini. Hal ini menyangkut kelangsungan usaha perusahaan seperti pencapaian sasaran penjualan,memenuhi jadwal dan taget produksi.

c. Keberadaan proyek. Khusus bagi perusahaan yang kegiatanya berdasarkan proyek (misalnya kontraktor dan pengembangan),maka ketika menyusun jadwal kedatangan asesor badan sertifikasi, pastikan bahwa pada saat asesor datang proyek yang sedang dikerjakan.

Langkah 8. Pengembangan Sistem Manajemen K3

Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap pengembangan Sistem Manajemen K3 antara lain mencakup dokumentasi,pembagian kelompok, penyusunan bagan air,penulisan manual Sistem Manajemen K3,Prosedur,dan instruksi kerja.

Langkah 9. Penerapan Sistem

Setelah semua dokumen selesai dibuat,maka setiap anggota kelompok kerja kembali ke masing-masing bagian untuk menerapkan sistem yang ditulis. Adapun cara penerapannya adalah:

§ Anggota kelompok kerja mengumpulkan seluruh stafnya dan menjelaskan mengenai isi dokumen tersebut. Kesempatan ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan masukan-masukan dari lapangan yang bersifat teknis operasional.

§ Anggota kelompok kerja bersama-sama staf unit kerjanya mulai mencoba menerapkan hal-hal yang telah ditulis. Setiap kekurangan atau hambatan yang dijumpai harus dicatat sebagai masukan untuk menyempurnakan system.

§ Mengumpulkan semua catatan K3 dan rekaman tercatat yang merupakan bukti pelaksanaan hal-hal yang telah ditulis. Rentang waktu untuk menerapkan system ini sebaiknya tidak kurang dari tiga bulan sehingga cukup memadai untuk menilai efektif tidaknya sistem yang telah dikembangkan tadi. Tiga bulan ini sudah termasuk waktu yang digunakan untuk menyempurnakan system dan memodifikasi dokumen.

Dalam praktek pelaksanaannya, maka kelompok kerja tidak harus menunggu seluruh dokumen selesai. Begitu satu dokumen selesai sudah mencakup salah satu elemen standar maka penerapan sudah dapat dimulai dikerjakan. Sementara proses penerapan sistem berlangsung, kelompok kerja dapat tetap melakukan pertemuan berkala untuk memantau kelancaran proses penerapan system ini. Apabila langkah-langkah yang terdahulu telah dapat dijalankan dengan baik maka proses system ini relative lebih mudah dilaksanakan. Penerapan sistem ini harus dilaksanakan sedikitnya tiga bulan sebelum pelaksanaan audit internal. Waktu tiga bulan ini diperlukan untuk mengumpulkan bukti-bukti (dalam bentuk rekaman tercatat) secara memadai dan untuk melaksanakan penyempurnaan sistem serta modifikasi dokumen.

Langkah 10. Proses Sertifikasi

Ada lima penyelenggara audit eksternal Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang telah mendapatkan Surat Penunjukan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI yaitu PT Sucofindo (Persero), PT Surveyor Indonesia (Persero), PT. Jatim Aspek Nusantara (JAN), PT. Alkon Trainindo Nusantara, dan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) melakukan sertifikasi terhadap Permenaker 05 /Men/1996. Namun untuk OHSAS 18001:1999 organisasi bebas menentukan lembaga sertifikasi manapun yang diinginkan. Untuk itu organisasis disarankan untuk memilih lembaga sertifikasi OHSAS 108001 yang paling tepat.


I. PENILAIAN PENERAPAN SMK3
1. Penilaian penerapan SMK3 dilakukan oleh lembaga audit independen yang ditunjuk oleh Menteri atas permohonan perusahaan
2. Untuk perusahaan yang memiliki potensi bahaya tinggi wajib melakukan penilaian penerapan SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Hasil audit sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan SMK3

J. AUDIT SMK3

Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen;
· pembuatan dan pendokumentasian rencana K3;
· pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak;
· pengendalian dokumen;
· pembelian dan pengendalian produk;
· keamanan bekerja berdasarkan SMK3;
· standar pemantauan;
· pelaporan dan perbaikan kekurangan;
· pengelolaan material dan perpindahannya;
· pengumpulan dan penggunaan data;
· pemeriksaan SMK3; dan
· pengembangan keterampilan dan kemampuan

K. PENGAWASAN SMK3
1. Pengawasan SMK3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pusat, provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
2. Pengawasan SMK3 meliputi:
· pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen;
· organisasi;
· sumber daya manusia;
· pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang K3;
· keamanan bekerja;
· pemeriksaan, pengujian dan pengukuran penerapan SMK3;
· pengendalian keadaan darurat dan bahaya industri;
· pelaporan dan perbaikan kekurangan; dan
· tindak lanjut audit.

3. Instansi pembina sektor usaha dapat melakukan pengawasan SMK3 terhadap pelaksanaan penerapan SMK3 yang dikembangkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Pelaksanaan pengawasan dilakukan secara terkoordinasi dengan pengawas ketenagakerjaan
5. Hasil pengawasan digunakan sebagai dasar dalam pembinaan
6. Perusahaan yang telah menerapkan SMK3, wajib menyesuaikan dengan ketentuan PP Nomor 50 Tahun 2012 ini paling lama 1 (satu) tahun
7. PP Nomor 50 Tahun 2012 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (12 April 2013)

L. SANKSI ADMINISTRATIF
Sesuai Pasal 190 UU No. 13/03, Pelanggaran Pasal 87 dikenakan sanksi administratif, berupa:
1) teguran;
2) peringatan tertulis;
3) pembatasan kegiatan usaha;
4) pembekuan kegiatan usaha;
5) pembatalan persetujuan;
6) pembatalan pendaftaran;
7) penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
8) pencabutan ijin.

M. ANALISIS SMK3
Sistem Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi stuktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

SMK3 digunakan sebagai patokan dalam menyusun suatu sistem manajemen yang berfokus untuk mengurangi dan menekan kerugian dalam kesehatan, keselamatan dan bahkan properti.

Menyadari keberadaan SMK3 dalam upaya pencegahan kecelakaan yang merupakan bagian dari perlindungan tenaga kerja dan masyarakat secara luas, diharapkan perusahaan dapat menerapkan SMK3 guna menciptakan tempat kerja yang aman, tenaga kerja selamat dan sehat serta meningkatnya produktivitas perusahaan secara berkelanjutan.

Diharapkan melalui penerapan sistem ini perusahaan dapat memiliki lingkungan kerja yang sehat, aman efisien dan produktif. SMK3 bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab dan potensi kecelakaan kerja sebagai acuan dalam melakukan tindakan mengurangi risiko. Selain itu, penerapan SMK3 membantu pimpinan perusahaan agar mampu melaksanakan standar K3 yang merupakan tuntutan masyarakat nasional dan internasional.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sistem Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi stuktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Adapun langkah penerapannya di perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan Komitmen
2. Menetapkan Cara Penerapan
3. Membentuk Kelompok Kerja Penerapan
4. Menetapkan Sumber Daya yang Diperlukan
5. Kegiatan Penyuluhan
6. Peninjauan Sistem
7. Penyusunan Jadwal Kegiatan
8. Pengembangan Sistem Manajemen K3
9. Penerapan Sistem
10. Proses Sertifikasi

B. SARAN
Semua perusahaan wajib memberikan perlindungan bagi para pekerjanya. Agar pekerja bisa tenang saat melakukan pekerjaannya dan selalu merasa di lindungi. Jika ada perusahaan yang tidak memberikan perlindungan bagi pekerjanya sebaiknya secepat di laporkan kepada pihak yang terkait agar segera di tindak lanjuti. Karen pekerja adalah sesuatu yang yang sangat penting dalam proses berjalannya perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

1.http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/majalah-sdm-plus/64-edisi-133-januari-2012/621-smk3-dan-langkah-penerapannya-di-perusahaan, diakses pada tanggal 22 maret 2016.
2. http://healthsafetyprotection.com/manfaat-penerapan-smk3/, diakses pada tanggal 19 maret 2016.
3. http://aswinsh.wordpress.com/tag/smk3/, diakses pada tanggal 19 maret 2016.
4. http://hopelmar.com/index.php?option=com_content&view=article&id=90&Itemid=116, diakses pada tanggal 20 maret 2016.PP Nomor 50 Tahun 2012
Read More