BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Otonomi
daerah memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengelola dan mendapatkan
potensi sumber-sumber daya alamnya sesuai dengan proporsi daya dukung yang
dimiliki oleh daerahnya. Dengan demikian, tidak ada kecemburuan dan
ketidakadilan yang terjadi antara pemerintah pusat dengan daerah. Sedangkan
Wawasan Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah
nasional.
Pandangan
untuk tetap perlunya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah ini merupakan modal
berharga dalam melaksanakan pembangunan. Wawasan Nusantara juga mengajarkan
perlunya kesatuan sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem budaya,
dan sistem pertahanan-keamanan dalam lingkup negara nasional Indonesia.
Cerminan dari semangat persatuan itu diwujudkan dalam bentuk negara kesatuan.
Namun
demikian semangat perlunya kesatuan dalam berbagai aspek kehidupan itu jangan
sampai menimbulkan negara kekuasaan. Negara menguasai segala aspek kehidupan
bermasyarakat termasuk menguasai hak dan kewenangan yang ada di daerah-daerah
di Indonesia. Tiap-tiap daerah sebagai wilayah (ruang hidup) hendaknya diberi
kewenangan mengatur dan mengelola sendiri urusannya dalam rangka mendapatkan
keadilan dan kemakmuran.
Oleh karena
itu, tidak ada yang salah dengan otonomi daerah atau dengan kata lain otonomi
daerah tidak bertentangan dengan prinsip wawasan nusantara. Otonomi dan
desentralisasi adalah cara atau strategi yang dipilih agar penyelenggaraan
Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bisa menciptakan pembangunan yang
berkeadilan dan merata di seluruh wilayah tanah air. Pengalaman penyelenggaraan
bernegara yang dilakukan secara tersentralisasi justru banyak menimbulkan
ketidakadilan di daerah.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa saja tujuan dan manfaat wawasan nusantara ?
- Apa saja prinsip, hakikat dan tujuan otonomi daerah ?
- Bagaimana hubungan antara wawasan nusantara dengan otonomi daerah ?
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini antara lain :
- Mengetahui tujuan dan manfaat wawasan nusantara
- Mengetahui prinsip, hakikat dan tujuan otonomi daerah
- Mengetahui keterkaitan antara wawasan nusantara dengan otonomi daerah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Wawasan
Nusantara
Kata
wawasan berasal dari bahasa Jawa yaitu mawas yang artinya melihat atau
memandang, jadi kata wawasan dapat diartikan cara pandang atau cara melihat.
Wawasan Nasional adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara tentang
diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung (interaksi
& interelasi) serta pembangunannya di dalam bernegara di tengah-tengah
lingkungannya baik nasional, regional, maupun global.
Suatu
bangsa dalam menyelengarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh
lingkungannya, yang didasarkan atas hubungan timbal balik atau kait-mengait
antara filosofi bangsa, idiologi, aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan pada
kondisi sosial masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam dan wilayah serta
pengalaman sejarah.
Upaya
pemerintah dan rakyat menyelengarakan kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi
yang berupa Wawasan Nasional yang dimaksudkan untuk
menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri.
Kehidupan
negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategik sehinga wawasan
harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai
hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar kejayaanya.
Dalam
mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus
diperhatikan oleh suatu bangsa :
1. Bumi/ruang
dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan
semangat manusia atau rakyat
3. Lingkungan
Berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam
eksistensinya yang sarwa nusantara dan penekanannya dalam mengekspresikan diri
sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungannya yang sarwa nusantara
itu. Unsur-unsur dasar wasantara itu ialah: wadah (contour atau organisasi),
isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wasantara itu, tampak adanya
bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
1. Satu kesatuan wilayah
2. Satu kesatuan bangsa
3. Satu kesatuan budaya
4. Satu kesatuan ekonomi
5. Satu kesatuan hankam
Isi
Wawasan Nusantara adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat
dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat pada pembukaan UUD 1945.
Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan
tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu
menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional.
Isi menyangkut dua hal yang essensial, yaitu:
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai
kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
b. Persatuan dan kesatuan dalam
kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan
manusia Indonesia meliputi :
a.
Cita-cita
bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan:
1)
Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2)
Rakyat
Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3)
Pemerintahan
Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b.
Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh
menyeluruh meliputi :
- Satu kesatuan wilayah nusantara yang mencakup daratan perairan dan dirgantara secara terpadu.
- Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas nasional.
- Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
- Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
- Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu system terpadu, yaitu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).
- Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.
2.2 Tujuan dan Fungsi
Wawasan Nusantara
Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua,
yaitu:
1. Tujuan nasional, dapat
dilihat dalam Pembukaan UUD 1945,
dituliskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah “untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial“.
2. Tujuan ke dalam adalah
mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan
nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina
kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
Fungsi Wawasan
Nusantara antara lain :
- Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan
- Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
- Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
- Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.
2.3
Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah kewenangan
Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah). Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
Dasar
Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat,yakni:
1)
Undang-undang
Dasar Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945
merupakanlandasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18
UUDmenyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
2)
Ketetapan
MPR-RITap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah :
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)
Undang-undang
N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi.
Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Dari ketiga dasar
perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan
Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah
bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah
bisa dijalankan secara optimal.
Pada
dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, yaitu:
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
- Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
- Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selanjutnya
tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada
dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan
prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi
beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang
untuk koordinasi tingkat lokal.
Pokok-Pokok
Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18
UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No.
22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1) Sistem
ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2) Daerah
yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah
daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas
desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
3)
Pembagian
daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan demikian,
wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota
dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
4)
Kecamatan
yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi dalam
rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah menjadi perangkat
daerah Kabupaten atau daerah Kota.
Prinsip-Prinsip
Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasar pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip
pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut:
1)
Penyelenggaraan
Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek - aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2)
Pelaksanaan
Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3)
Pelaksanaan
Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah
Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi Terbatas.
4)
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
5)
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan
karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah
administrasi.
6)
Kawasan
khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan Otorita,
Kawasan Pelabuhan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan, Kawasan Perkotaan
Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan
Daerah Otonom.
7)
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
8)
Pelaksanaan
asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai
Wilayah Administrasi untuk memelaksanakan kewenangan pemerintahan
tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
9)
Pelaksanaan
asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah Daerah kepada
Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber
daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
2.4 Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
Meskipun
UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang
kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan
sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk
kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik
pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun
1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan
oleh para elit politik yang berkuasa pada saat itu. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan
mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini :
- UU No. 1 tahun 1945 Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
- UU No. 22 tahun 1948 Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat.
- UU No. 1 tahun 1957 Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.
- Penetapan Presiden No.6 tahun 1959 Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi.Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
- UU No. 8 tahun 1965 Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah,sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja
- UU No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
- UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunandengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Pembagian Kewenangan
Pusat dan Daerah
1)
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh
bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan
bidang lain.
2)
Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro,
dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga
perekonomiannegara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
3)
Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka
desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan
pembiayaan,sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan
kewenangan yang diserahkan tersebut.
4)
Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam
rangka dekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan
yang dilimpahkan tersebut.
5)
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan
dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta
kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
6)
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga
kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota.
7)
Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup
kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku
wakil Pemerintah.
8)
Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia
diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kewenangan Daerah di wilayah laut meliputi:
a.
Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut
sebataswilayah laut tersebut;o Pengaturan kepentingan administratif;
b.
Pengaturan tata ruang;
c. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah
atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan
d.
Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
9)
Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut adalah
sejauh sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut
mengenai batas laut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10)
Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan
pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan seperti kewenangan dalam
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama, serta kewenangan bidang lain yang mencakup kebijakan tentang perencanaan
nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
11)
Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mencakup kewenangan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Propinsi. Bidang pemerintahan
yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi
pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,
pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal,
lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
12)
Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu
dalam rangka tugas pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya
kepada Pemerintah. Setiap penugasan ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan.
2.5
Dampak Positif dan Negatif Otonomi
Daerah
1. Dampak Positif
1. Dampak Positif
Dampak positif otonomi
daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan
mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan
respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di
daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang
didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
Dengan melakukan otonomi
daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal
tersebut dikarenakan pemerintah daerah cenderung lebih menegeti keadaan dan
situasi daerahnya, serta potensi-potensiyang ada di daerahnya daripada
pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang
dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, haltersebut karena sebagian
penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi
sagu, maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras meskin tersebut
untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasadikonsumsi masyarakat.
Selain itu, denga system otonomi daerah pemerintah akanlebih cepat mengambil
kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, yanpaharus melewati prosedur
di tingkat pusat.
2 1.
Dampak Negatif
Dampak negatif
dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah
daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan
daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat
menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya,
atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti
Pornografi di tingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi
daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan
di daerah, selain itu karena memang dengan sistem. otonomi daerah membuat
peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang
terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang
mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang
sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu otonomi
daerahmembuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah
yangk aya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan
daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada
pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini sudah
melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”.
2.6 Hubungan Wawasan Nusantara dengan Otonomi Daerah
Wawasan
Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah nasional.
Pandangan untuk tahap perlunya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah ini
merupakan modal berharga dalam melaksanakan pembangunan. Wawasan nusantara juga
mengajarkan perlunya kesatuan sistem politik, sistem ekonomi, sistem
sosial, sistem budaya, dan sistem pertahanan keamanan dalam lingkup negara
nasional Indonesia. Cerminan dari semangat persatuan itu diwujudkan
dalam bentuk negara kesatuan. Namun demikian semangat perlunya
kesatuan dalam berbagai aspek kehidupan itu jangan sampai menimbulkan
negara kekuasaan. Negara menguasai segala aspek kehidupan bermasyarakat
termasuk menguasai hak dan kewenangan yang ada di daerah-daerah di Indonesia.
Tiap-tiap daerah sebagai wilayah (ruang hidup) hendaknya diberi kewenangan mengatur
dan mengelola sendiri urusannya dalam rangaka mendapatkan keadilan dan
kemakmuran. Oleh karena itulah, dalam menyelenggarakan pemerintahannya Negara Kesatuan
Republik Indonesia menganut asas desentralisasi, bukan sentralisasi.
Desentralisasi artinya, penyerahan urusan pemerintah dari atas kepada
pemerintah di bawahnya untuk menjadi urusan rumah tangganya. Negara
Kesatuan dengan sistem desentralisasi dalam penyelenggaran pemerintahan
memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan
kekuasaan. Kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat dan daerah. Daerah
memiliki hak otonomi untuk menyelenggarakan kekuasan. Desentralisasi inilah
yang menghasilkan otonomi daerah di Indonesia.
Otonomi daerah memberikan keleluasaan pada daerah untuk
mengelola dan mendapatkan potensi sumber-sumber daya alamnya sesuai dengan
proporsi daya dukung yang dimiliki oleh daerahnya. Dengan demikian, tidak ada
kecemburuan dan ketidakadilan yang terjadi antara pemerintah pusat dengan
daerah. Sedangkan Wawasan Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan
keutuhan wilayah nasional. Pandangan untuk tetap perlunya persatuan bangsa dan
keutuhan wilayah ini merupakan modal berharga dalam melaksanakan pembangunan.
Wawasan Nusantara juga mengajarkan perlunya kesatuan sistem politik, sistem
ekonomi, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem pertahanan – keamanan dalam
lingkup negara nasional Indonesia.
Adapun masalah – masalah yang ditimbulkan dari adanya
otonomi daerah ini, antara lain :
·
Pembagian Urusan
Contoh permasalahan yaitu dalam pembuatan kebijikan pusat
untuk daerah (FTZ). Permasalahan yang paling sering dialami oleh daerah adalah
banyaknya aturan yang saling tumpang tindih antara pusat dan daerah. Akibatnya
banyak aturan pusat yang akhirnya tidak bisa diterapkan di daerah.
Salah satu sebab itu adalah pusat tidak memahami keadaan yang terkini yang
dialami daerah. Kondisi inilah yang diduga menjadi kendala utama belum maksimalnya
pelaksanaan Free Trade Zone (FTZ) di Kepri ini. Daerah selalu menunggu aturan
dari pusat atau kebijakan dari pusat sehingga setelah ditunggu ternyata
hasilnya selalu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Seharusnya hal
tersebut dapat diatasi apabila pembagian urusan antara daerah dan pusat
tidak tumpang tindih. Artinya, dalam pengusulan suatu konsep aturan daerah
harus terlibat langsung. Atau dengan kata lain sebelum pemerintah pusat membuat
aturan, daerah memiliki tugas seperti mengajukan konsep awal yang tidak bertentangan
dengan aturan yang ada di daerah. Sehingga pemerintah pusat dalam menyusun
aturan, memiliki landasan yang kuat mengacu pada konsep daerah. Bila perlu
pemerintah pusat hanya memiliki tugas sebagai pemeriksa
dan menyetujui konsep yang diusul oleh daerah.
- Pelayanan Masyarakat
Pada umumnya, Sumber Daya Manusia pada pemerintah daerah
memiliki sumber informasi dan pengetahuan yang lebih terbatas dibandingkan
dengan sumber daya pada Pemerintah Pusat. Hal ini mungkin diakibatkan oleh
sistem kepegawaian yang masih tersentralisasi sehingga Pemerintah Daerah
memiliki keterbatasan wewenang dalam mengelola Sumber Daya Manusianya
sesuai dengan kriteria dan karakteristik yang dibutuhkan oleh suatu daerah. Sehingga
pelayanan yang diberikan hanya standar minimum.
- Lemahnya Koordinasi Antarsektor dan Daerah
Koordinasi antarsektor tidak hanya menyangkut kesepakatan
dalam suatu kerja bersama yang operasional sifatnya tetapi juga koordinasi
dalam pembuatan aturan. Dua hal ini memang tidak serta merta menjamin terjadinya
sinkronisasi antar berbagai lembaga yang memproduksi peraturan dan kebijakan
tetapi secara normatif koordinasi dalam penyusunan peraturan perundangan
akan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang sistematis dan tidak
bertubrukan satu sama lain. Walaupun Kepala Daerah dalam kedudukan sebagai
Badan Eksekutif Daerah bertanggung jawab kepada DPRD, namun DPRD sebagai
Badan Legislatif Daerah tetap merupakan partner (mitra) dari dan berkedudukan
sejajar dengan Pemerintah Daerah atau Kepala Daerah. Masalah seperti ini pun
sangat terasa di Pusat. Kesan memposisikan diri lebih kuat, lebih tinggi dari
yang lainnya yang kadang-kadang disaksikan oleh masyarakat luas. Ada tiga hal
yang perlu disadari dan disamakan oleh legislatif dan eksekutif dalam menyikapi
berbagai perbedaan yaitu pola pikir, pola sikap dan pola tindak. Pola pikir
yang harus sama adalah, kita sadar terhadap apa yang harus kita pertahankan,
kita upayakan, yaitu integritas dan identitas bangsa serta berbagai upaya untuk
memajukan dan mencapai tujuan bangsa. Pola sikap yaitu, bahwa setiap
elemen bangsa mempunyai kemampuan dan kontribusi seberapapun kecilnya. Dan pola
tindak yang komprehensif, terkordinasi dan terkomunikasikan.
- Pembagian Pendapatan
UU 25/1999 pada dasarnya menganut paradigma baru, yaitu
berbeda dengan paradigma lama, maka seharusnya setiap kewenangan diikuti dengan
pembiayaannya, sesuai dengan bunyi pasal
8 UU 22/1999. Pada saat sekarang ini, banyak daerah yang mengeluh
tentang tidak proporsionalnya jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima,
baik oleh Daerah Propinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota. Banyak daerah yang
DAU-nya hanya cukup untuk membayar gaji pegawai daerah dan pegawai eks kanwil,
Kandep/Instansi vertikal di daerah. Disamping itu, kriteria penentuan
bobot setiap daerah dirasakan oleh banyak daerah kurang transparan.
Kriteria potensi daerah dan kebutuhan daerah tampaknya kurang
representatif secara langsung terhadap pembiayaan daerah. Dengan demikian
perhitungan DAU yang transparan sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU 25/1999
jo PP 104/2000 tentang perimbangan keuangan terutama pasal – pasal yang menyangkut
perhitungan DAU dan faktor penyeimbangan, kiranya perlu ditata kembali.
Kemudian, pembagian bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) dirasakan kurang
mengikuti prinsip – prinsip pembiayaan yang layak yang sejalan dengan
pemberian kewenangan Kepala Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Seperti
halnya dalam paradigma lama, melalui paradigma baru pun bagian daerah
selalu jauh dari Sumber Daya Alam yang kurang potensial (seperti : perkebunan,
kehutanan, pertambangan umum dan sebagainya), sedangkan disektor minyak
dan gas alam, hanya mendapat porsi kecil. Bagian bagi hasil di bidang ini perlu
diperbesar, sehingga daerah penghasil mendapat bagian yang proporsional
sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi dan
eksploitasi SDA tersebut.
- Anatisme Daerah (Ego Kedaerahan)
Sifat seperti ini sangat tidak baik jika ada disuatu
wilayah/daerah atau dimanapun, karena hal ini dapat menimbulkan kesenjangan atau
kecemburuan terhadap daerah – daerah lain. Contoh
pemasalahannya kejadian yang terjadi di daerah kabupaten Anambas
dalam penerimaan CPNS. Bagi pelamar CPNS minimal mempunyai 1 ijazah yang
dikeluarkan oleh disdik kabupaten. Anambas baik SD, SMP, dan SMA. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa terlalu egoisnya suatu daerah yang mengutamakan putra daerah
untuk dapat menjadi CPNS dalam mengembangkan daerahnya sendiri sehingga untuk
warga daerah lain tidak diberikan peluang untuk menjadi CPNS dan hal ini
juga dapat menimbulkan kerugian bagi warga Anambas karena dapat mengurangi
pendapatan mereka ( yang berjualan atau yang membuka tempat – tempat kos ). Solusinya
sebaiknya dalam hal ini daerah Anambas tidak terlalu egois
dalam penerimaan CPNS ini. Sehingga warga lain yang bukan berasal dari
Anambas dapat bekerja dan dan bersaing demi memajukan daerah tersebut dan
membuka peluang bagi siapapun yang memiliki kemampuan dan skill serta
pengetahuan mereka dalam berkompetensi untuk bersaing demi kebaikan dan
memajukan daerah tersebut. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan untuk
penghasilan bagi warga yang memiliki mata pencarian sebagai pedagang dan yang memiliki
rumah – rumah kos. Jika dibandingkan dengan adanya fanatisme.
- Disintegrasi
Hal ini dapat menimbulkan perpecahan atau terganggunya
stabilitas keamanan nasional dalam penyelenggaraan sebuah negara. Hal ini dapat
disebabkan olek ke egoisan suatu kelompok masyarakat atau daerah dalam
mempertahankan suatu pendapat yang memiliki unsur kepentingan – kepentingan kelompok
satu dengan yang lain. Yang dapat merugikan atau kecemburuan terhadap kelompok
– kelompok yang lain untuk mendapatkan hak yang sama sehingga dapat memecahkan
rasa persatuan dan kesatuan kita dan dapat menimbulkan berbagai pertikaian
dalam sebuah negara atau daerah tersebut. Contohnya : GAM, RMS, dan lain-lain. Solusinya
sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik harusnya tidak egois dalam mempertahankan suatu hak atau pendapat antara
kelompok yang 1 dengan yang lain yang dapat menimbulkan pertikaian dan
mengganggu keamanan didaerah tersebut. Namun kita harus bersatu demi memajukan
daerah atau negara yang kita cintai.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Tujuan
Wawasan Nusantara adalah mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang
dari rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada
kepentingan orang perorangan, kelompok, golongan, suku bangsa/daerah. Sedangkan
Fungsi Wawasan Nusantara adalah pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu
dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan, baik
bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh
rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.
2. Otonomi
Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah). otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan
prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi
beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang
untuk koordinasi tingkat lokal.
3. Otonomi daerah memberikan
keleluasaan pada daerah untuk mengelola dan mendapatkan potensi sumber-sumber
daya alamnya sesuai dengan proporsi daya dukung yang dimiliki oleh daerahnya.
Sedangkan Wawasan Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan keutuhan
wilayah nasional. Pandangan untuk tetap perlunya persatuan bangsa dan keutuhan
wilayah ini merupakan modal berharga dalam melaksanakan pembangunan.
3.2 Saran
Dengan adanya wawasan nusantara, kita harus dapat memiliki
sikap dan perilaku yang sesuai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban
bagi nusa dan bangsa. Berkaitan juga dengan otonomi daerah, sebaiknya kita
mendukung program program pemerintah yang bertujuan untuk pembangunan daerah
agar menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012. Wawasan Nusantara dan Otonomi
Daerah. http://danzblogerz.
blogspot.co.id/2012/04/wawasan-nusantara-dan-otonomi-daerah.html.
Diakses tanggal 22 November 2015.
Fanolo,
Filemon. 2013. Keterkaitan Otonomi Daerah Dengan
Wawasan
Nusantara. http://filemongulo.blogspot.co.id/2013/06/normal-0-false-false-
false-en-us-x-none_26.html.
Diakses tanggal 22 November 2015.
Tim
Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan
Edisi Revisi. Medan : Unimed Press.
Hubungan Demokrasi Dengan Otonomi Daerah
Hubungan Desentralisasi Dengan Otonomi Daerah
Wawasan Nusantara Dan Otonomi Daerah